I.
Pendahuluan
Kegiatan
kodifikasi hadis mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-tiga hijriyah.
Masa ini merupakan masa kegemilangan Islam, karena pada masa ini muncul
ulama-ulama besar di bidang hadis. Kajian mereka terhadap hadis tidak hanya
dari segi lafal atau matan saja, bahkan penelitian terhadap keadaan para perawi
hadis juga dilakukan oleh mereka untuk menentukan sahih tidaknya sebuah hadis.
Salah satu hal
yang membedakan antara penghimpunan hadis pada masa ini dengan masa sebelumnya
adalah bahwa para ulama abad ini sangat memperhatikan kualitas hadis ditinjau
dari berbagai seginya, seperti kualitas dan jumlah perawinya serta
ketersambungan sanadnya dengan tidak mengabaikan sistematika dan metodologi
dalam penyusunan kitab-kitabnya. Dari situlah lahir kitab-kitab hadis yang oleh
para ulama dinilai sebagai kitab standar yang dikenal dengan istilah al-Kutub
as-Sittah yang darinya lahir berbagai kitab-kitab syarahnya.[1]
II.
Pembahasan
A.
Pengertian
Kitab hadits adalah kitab yang berisi sumber pokok hukum-hukum
islam yang kedua setelah Alqur’an yang ditulis oleh ulama-ulama besar terdahulu
untuk selanjutnya menjadi khasanah yang tidak ternilai harganya bagi umat
islam.
B.
Urgensi Mempelajarinya
Bagi setiap
muslim mutlak hukumnya untuk mempelajari dan memperdalam landasan hidup mereka
yaitu Alqur’an dan Hadis. Dalam hal ini khususnya mempelajari hadis, yang
menjadi asas berbagai hukum akidah dan amaliah, baik yang diperintahkan maupun
yang dilarang. Adapun orang yang berdalih cukup dengan melihat dengan Alqur’an
saja karena sudah mutawatir, tetapi bagi mereka yang berdalih dengan
hadis masih memerlukan dua kali penelitian:
1.
Meneliti validitas (keabsahan hadis) hadis tersebut, apakah benar
dari Rasulullah atau tidak.
2.
Meneliti indikasi hukum yang ditunjukkan oleh hadis tersebut.
Dengan mempelajari, mengadakan pengkajian kitab hadis akan
mendapatkan faedah, diantaranya:
1.
Dapat mengetahui sanad hadis, tingkatannya(sahih, hasan atau dhoif)
2.
Dapat mengetahui perawi hadis, pengarang kitab-kitab hadis
terkenal.
3.
Dapat mengetahui gambaran kitab-kitab hadis karya ulama-ulama
terdahulu.
C.
Macam-macam Kitab Hadist
1.
Kitab-kitab Hadis yang Ditulis Berdasarkan Bab
Kitab hadis
yang mengikuti metode penyusunan berdasarkan bab atau tema tertentu berjumlah
cukup banyak. Bahkan dapat dikatakan metode
ini merupakan metode yang paling dikenal di kalangan umat islam.
Kitab-kitab yang termasuk jenis kitab ini pun sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Penelusuran dan penelaahan terhadap hadis melalui kitab-kitab yang
mengikuti metode ini sangat mudah karena susunanya yang sistematis dan isinya
juga dapat dikatakan komprehensif, diantara kelompok kitab yang termasuk dalam
jenis ini adalah al-Jawami’, al-Musannaf, al-Mustadrak, dan al-Mustakhraj,
yang mana masing-masing dari kelompok kitab ini mempunyai ciri khas dan keistimewaan tersendiri.[2]
a.
Kelompok Jami’
Sesuai dengan
namanya kitab jami’ berisikan hadis tentang tema-tema pokok keagamaan.
Paling tidak mencakup delapan bab utama mengenai akidah, hukum perilaku para
tokoh agama, adab, tafsir, fitan, tanda-tanda kiamat dan manaqib.[3]
Penelusuran hadis melalui kitab-kitab jami’ relatif mudah, oleh karena
sistematika isinya yang konkrit. Semua hadis yang berkaitan dengan soal-soal
tertentu dimasukkan dalam satu tema. Tema tersebut biasanya dinamakan sebagai
nama atau judul kitab.[4]
Shahih al-Bukhari
Nama
pengarangnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn
al-Mughirah ibn Bardizbah al-Jufi al-Bukhari. Beliau lahir pada tahun 194 H dan
wafat tahun 256 H pada usia 62 tahun. Kitab ini merupakan kitab hadis pertama
yang menghimpun hadis-hadis shahih. Kitab yang diselesaikan selama 16 tahun ini
berisi hadis-hadis tentang masail fiqhiyah, al-fadhail, berita-berita
masa lampau dan masa mendatang, dan lain-lain.karena mencakup berbagai
persoalan maka dinamakan al-jami’. Hadis-hadis yang termuat di dalamnya
memiliki sanad yang sampai kepada rasulullah.[5]
Shahih Muslim
Nama lengkap
pengarangnya adalah Abu al-Husein Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin Kusyaz
al-Qusyairi an-Naisaburi. Beliau kahir tahun 204 H dan wafat tahun 261 H dalam
usia 55 tahun. Kitab ini diawali dengan Muqaddimah yang berkaitan dengan
kajian ilmu ushul al-hadits. Cara yang digunakan Imam Muslim adalah
menghimpun matan-matan hadis yang senada (satu tema) lengkap dengan
sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak memisah-misahkanya dalam berbagai bab
yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam
beberapa hadis yang bertujuan untuk menegaskan suatu sanad dan matan.
b.
Kelompok Sunan
Kitab sunan
adalah kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis hukum yang marfu’ dan
disusun berdasarkan bab-bab fiqh.[6]Kitab-kitab
yang termasuk kelompok ini juga sangat mudah ditelaah karena bentuknya yang
sistematis. Banyak komentator yang menganggap kitab-kitab jenis ini sebagai
kompilasi hukum, karena mengutip hadis-hadis yang tersusun dalam tema-tema
hukum itu. Yang termasuk jenis kitab ini diantaranya:
Sunan Abu Dawud Sunan
al-Darimi
Sunan Al-Tirmidzi Sunan
al-Saghir al-Baihaqi
Sunan An-Nasa’i Sunan
Ibnu Majah
c.
Kelompok Musannafat
Kitab Musannaf
adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh akan tetapi
mencakup hadis mauquf, maqtu’, yang disatukan dengan hadis-hadis marfu’.
Kitab jenis ini tidak terlalu dikenal di kalangan masyarakat Islam dan
jumlahnya pun relatif sedikit. Kitab-kitab tersebut pada umumnya ditulis pada
masa-masa awal kodifikasi hadis, seperti Musannaf Abd al-Razzaq Ibn Hamam
al-San’ani (w.211 H), dan Musannaf Abu Bakr Ibn Abi Syaibah (w.235
H). Meskipun jumlahnya sedikit, namun tetap layak diperbincangkan dalam
kapasitasnya sebagai khazanah intelektual umat islam.[7]
d.
Kelompok Mustadrak
Kitab Mustadrak
adalah kitab hadis yang disusun untuk mengakomodir hadis-hadis tertentu yang
tidak dimuat dalam kitab-kitab hadis sebelumnya, atau diabaikan karena dianggap
rendah kualitasnya. Selanjutnya oleh penulis dicarikan jajaran sanad lainnya
sehingga hadis-hadis tersebut dapat disandingkan dengan hadis-hadis sahih yang
telah ada.
Salah satu
kitab Mustadrak yang terkenal adalah Al-Mustadrak ‘Ala al-Shahihain karya
al-Hakim. Kitab ini menyaring hadis-hadis tetentu yang tidak dimuat dalam dua
kitab shahih (Bukhari-Muslim), kemudian meneliti sanad-danadnya dari jalur
lain.[8]
e.
Kelompok Mustakhrajat
Yang termasuk
kelompok ini adalah kitab-kitab yang mengambil hadis dari salah satu kitab yang
telah ada lalu dikaji sanadnya secara tersendiri selain sanad-sanad yang
terdapat dalam kitab terdahulu. Biasanya kitab Mustakhrajat disusun
untuk melihat sejauh mana kualitas hadis yang terdapat dalam kitab-kitab
tertentu. Selanjutnya oleh pengarang dicarikan jajaran sanadnya dengan menggnakan
metode takhrij sehingga melahirkan karya tersendiri yang tidak kalah
keorisinilnya.[9]
Diantara kitab Mustakhrajat
yang terkenal adalah Mustakhrajat Abi Nu’aim al-Asbahani, yang
mentakhrij hadis-hadis yang terdapat dalam jami’ al-Shahih karya Imam
Bukhari. Kitab Mustakhraj Ahmad Ibn Hamdan al-Naisaburi, yang mengkaji
hadis-hadis dalam al-jami’ al-Shahih karya Imam Muslim.
2.
Kitab-kitab Hadis yang Disusun Berdasarkan Nama Sahabat
Kitab-kitab
hadis yang ditulis berdasarkan nama sahabat mempunyai arti penting dalam
pengkajian hadis. Teknis penulisan seperti ini akan sangat membantu dalam
mengetahui jumlah dan jenis hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat serta
mempermudah pengecekkanya.
Musnad
adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat
yang lebih dulu masuk islam, atau dapat juga dengan mempertimbangkan keluhuran
nasabnya. Diantara kitab musnad yang paling terkenal adalah Musnad Ahmad Ibn
Hanbal, buah karya seorang ahli hadis dan fiqh kenamaan abad ke dua hiriyah
dan pendiri mahdzab Hanbali.[10]
Atraf
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab atraf tidak ditulis secara
lengkap. Sesuai dengan namanya atraf (bagian, potongan), maka di
dalamnya hanya terdapat potongan-potongan hadis tertentu yang biasanya disusun
secara alfabetis. Kegunaanya untuk mempermudah dalam mengetahui sanad-sanad
hadis oleh karena sanad-sanad tersebut terkumpul pada satu tempat. Diantara
kitab Atraf yang terkenal adalah Tuhfat al Asyraf bi Ma’rifah al-Atraf karya Abu al-Hajjaj Yusuf ibn Abdurrahman al-Mizzi (w.742 H).
3.
Kitab-kitab Mu’jam
Kitab Mu’jam
dalam teminologi muhadissin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan
guru-guru penulisnya, atau berdasarkan nama daerah asal para guru tersebut.
Diantara kegunaan kitab ini yang terpenting adalah untuk mengecek seberapa
banyak hadis yang diterima periwayat dari guru-guru tetentu. Dengan kitab ini
juga dapat diketahui sejauh mana validitas hadis-hadis yang diriwayatkan dari
mereka. Imam Tabrani merupakan seorang tokoh ternama yang telah melahirkan
sejumlah karya kitab mu’jam. Tiga kitabnya yang terkenal ialah al-Mu’jam
al-Kabir, al-Mu’jan al-Awsat, al-Mu’jam al-Saghir.[11]
4.
Kitab-kitab Hadis yang Disusun Berdasarkan Urutan Awal Hadis
Kitab-kitab
yang mengikuti metode penyusunan berdasarkan urutan awal hadis biasanya disusun
secara alfabetis atau berdasarkan huruf hijaiyah. Metode seperti ini tentu saja
sangat mengutamakan matan (redaksi) hadis semata dan mengabaikan banyak
aspek, seperti periwayatan sanad, periwayat dan lain-lain. Seperti kitab Jami’
al Saghir dan Jami’ al Kabir karya Jalaluddin ash-Suyuthi
5.
Kitab-kitab Himpunan Hadis
Adalah sejumlah kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis dari
berbagai sumber primernya. Hadis-hadis yang terdapat dalam bermacam-macam
sumber itu disusun secara sistematis dan dipadukan antara satu sama lain.
Diantaranya Jami’ al-Usul min Ahadis al-Rasul karya Ibn al-Asir Muhammad
al-Jazari (w.606 H), Kanz al-‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karya
Alauddin al-Muttaqi ibn Hisyam al-Hindi (w.975 H).
III.
Simpulan
Tidak dapat disangkal lagi bahwa umat islam sejak masa awal telah
memberikan perhatian yang cukup besar tergadap hadis-hadis Nabi SAW. Perhatian
yang mereka berikan terutama ditujukan pada upaya menyelamatkan keberadaan
hadis serta mendudukkanya pada proporsi yang layak sebagai sumber norma Islam.
Umat Islam sepanjang sejarah melakukan berbagai usaha untuk maksud tersebut
sehinggga melahirkan berbagai karya tulis tentang hadis Nabi dengan aneka corak
dan metodologinya. Setiap metodologi memiliki keunggulan masing-masing dan tentu
saja kelemahannya.
[1] Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: TERAS,
2010), h.203.
[2] Ibid, h. 292.
[3]Nur al-Din ‘Itr, Ulum al-Hadits jild 2, terj Soetari dan Mujiyo,
(Bandung: Rosdakarya, 1995), h. 182.
[4] Op. Cit, h. 293.
[5] Dosen Tafsir Hadis Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Kalijogo, Studi kitab
Hadis,cet.II (Yogyakarta: TERAS, 2009), h. 43-49.
[6] Nur al-Din ‘Itr, Ulum al-Hadits jild 2, terj Soetari dan
Mujiyo, (Bandung: Rosdakarya, 1995), h. 182.
[7] Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: TERAS,
2010), h. 295.
[8] Ibid, h. 295.
[9] Ibid, h. 296.
[11] Alfatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: TERAS,
2010), h. 299.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !