Berita Terbaru :
 photo Graphic1-31_zpsc1f49be2.jpg
Home » » A'ul dan Radd

A'ul dan Radd


BAB II
PEMBAHASAN
  1. AUL
1. Pengertian Aul
            Aul menurut bahasa (etimologi) berarti irtifa’: mengangkat. Dikatakan ‘alal miizan bila timbangan itu naik ,terangkat. Kata Aul itu terkadang berarti cenderung kepada perbuatan aniaya (curang)[1]. Arti ini ditunjukkan dalam firman Allah Surah An-Nisaa’ ayat 3:
ذلك اد نى الا تعو لوا      
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya
            Secara terminologi (istilah) Aul adalah bertambahnya saham dzawil furudh dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Atau bertambahnya jumlah bagian masing-masing ahli waris.
Dalam kitab Al Mawarits fi Syari’atil Islamiyyah, Hasanain Muhammad Makhluf mendefinisikan bahwa ‘aul dalam pembagian pusaka adalah adanya kelebihan dalam saham ahli waris dari besarnya asal masalah dan adanya penyusutan dalam kadar penerimaan mereka, dikarenakan asal masalahnya tidak cukup untuk memenuhi fard-fard dari ashabul furud.[2]
2. Sejarah Adanya ‘Aul
            Pada masa Rasulullah saw. dan kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq pristiwa Aul belum pernah terjadi. Aul pertama kali terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
            Di dalam sejarah dijelaskan, bahwa orang yang pertama kali melakukan Aul adalah Umar bin Khattab. Ketika itu , ilmu faraid sedang berkembang. Dan setiap orang saling mempertahankan pendapatnya masing-masing. Pada suatu hari khalifah Umar bin Khattab ra. Didatangi oleh seorang sahabat yang menanyakan tentang masalah kematian seseorang, di mana ada seorang wanita meninggal dunia dengan meninggalkan seorang suami dan dua orang saudara perempuan sekandung. Menurut ketentuan yang berlaku, seorang suami mendapatkan bagian 1\2 (seperdua) dan dua saudara perempuan sekandung mendapat bagian 2\3 ( dua pertiga). Dengan demikian, jumlah bagian masing-masing melebihi harta peninggalan. Umar ra.semula bimbang, tidak mengetahui siapakah yang berhak didahulukan dan siapakah yang harus diakhirkan menurut ketentuan hukum Allah SWT. Dia berkata kepada para sahabat yang ada di sisinya:
ان بدات با لزوج اوالا ختين لم يبق للا جر حفه
Jika aku mulai memberikan kepada suami atau dua orang saudara perempuan, maka tidak ada hak yang sempurna bagi yang lain.
             Maka berilah aku pertimbangan, lalu Abbas bin Abdul Muthalib pun memberikan pertimbangan kepadanya. Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa yang memberikan pertimbangan dan pemikiran itu adalah Zaid bin Tsabit dengan cara Aul. [3]
Namun, Ibnu Abbas ternyata tidak menyetujui adanya ‘aul, padahal ayahnya termasuk tokoh yang menetapkan ‘aul. Ketika dia ditanya tentang siapa yang berhak didahulukan dan siapa yang diakhirkan jika terjadi kelebihan saham, dia berpendapat bahwa yang berhak di dahulukan adalah orang yang dipindahkan oleh Allah dari suatu furudul muqaddarah ke furudul muqaddarah yang lain (seperti suami dan ibu) sedangkan pihak yang diakhirkan adalah orang-orang yang dipindahkan dari suatu bukan furudul muqaddarah (seperti saudari-saudari dan anak-anak perempuan).
3. Contoh Masalah Aul
            Telah mati seorang perempuan dengan meninggalkan seorang suami, dua orang saudara perempuan sekandung, dua orang saudara perempuan seibu dan ibu. Masalah ini dinamakan syuraihiyyah, sebab si suami itu mencaci maki syuraih sebagai hakim yang terkenal, di mana si suami itu diberi bagian tiga persepuluh oleh syuraih, padahal seharusnya ia mendapatkan separuh dari sepuluh. Lalu dia mengelilingi kabilah-kabilah sambil mengatakan: “ syuraih tidak memberikan kepadaku separuh dan tidak pula sepertiga. Ketika syuraih mengetahui hal itu, dia memanggilnya untuk menghadap, dan memberi hukuman ta’zir kepadanya”. Kata syuraih:” engkau buruk bicara, dan menyembunyikan Aul.”
4. Cara Pemecahan Masalah Aul
            Cara pemecahan masalah Aul adalah dengan mengetahui pokok, yakni yang menimbulkan masalah dan mengetahui saham setiap ashabul furudh kemudian dengan mengabaikan pokoknya. Kemudian bagian-bagian mereka dikumpulkan dan dijadikan sebagai pokok, lalu harta warisan dibagi atas dasar itu. Dengan demikian, akan terjadi kekurangan bagi setiap orang sesuai sahamnya dalam masalah ini tidak ada keladziman dan kecurangan. Misalnya, bagi suami dan saudara perempuan sekandung maka pokok masalahnya adalah enam, untuk suami separuh, yaitu tiga, dan untuk dua orang saudara perempuan dua pertiga, yaitu empat, jumlahnya menjadi tujuh. Tujuh itulah yang menjadi dasar pembagian harta peninggalan.[4]
Secara terperinci, cara menyelesaikan masalah ‘aul di antaranya :
a)      Mencari asal masalah setelah mengetahui fard dari masing-masing ashabul furud
b)      Mencari saham-saham dari masing-masing ashabul furud
c)      Menjumlahkan saham ashabul furud
d)     Asal masalah yang semula tidak dipakai lagi dan diganti dengan asal masalah yang baru
Contoh:
            Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri atas suami, dua orang perempuan sekandung. Harta yang ditinggalkan setelah dipotong untuk biaya pemakaman dan keperluan yang lain, masih sisa 42 juta. Maka proses penyelesaiannya sebagai berikut:
  1. Cara pertama
Ahli waris
Bagian
Asal masalah 6
Bagian yang diterima
Suami
1\2
3
3x6 juta = 18 juta
2 saudari sekandung
2\3
4
4x6 juta = 24 juta
Jumlah

7
42 juta
Keterangan:
            Jumlah asal masalah yang semula 6, kemudian di ‘Aul-kan menjadi 7, sehingga uang 42 juta dibagi 7 = 6 juta.
Atau bisa juga dengan cara :
Ahli waris
Bagian
Asal masalah 6
Bagian yang diterima
Suami
1\2
3
3\7x42 juta = 18 juta
2 saudari sekandung
2\3
4
4\7x 42 juta = 24 juta
Jumlah

7
42 juta

  1. Cara kedua
Ahli waris
Bagian
Asal masalah 6
Bagian yang diterima
Suami
1\2
3
3x7juta =21 juta
2 saudari sekandung
2\3
4
4x7 juta =28 juta
Jumlah

7
49 juta

            Jadi, jumlah uang yang asalnya 42 juta, ketika dibagi dengan asal masalah yang tidak di-Aul-kan, maka terdapat sisa kurang 7 juta. 49-42 juta = 7 juta.
Langkah selanjutnya dibuat perbabdingan:
               1/2 = 3
               2/3 = 4
                        7
Potongan untuk suami 3/7x7 juta = 3 juta     
                                                4/7x7 juta = 4 juta
                                                         7 juta
Jadi, bagian suami      21 – 3 juta = 18 juta
                                    28 – 4 juta = 24 juta
                                                          42 juta
B.    RADD
1. Pengertian Radd
            Kata Radd secara bahasa (etimologi) berarti I’aadah: mengembalikan. Dikatakan radd ‘alaih haqqah artinya a’aadahu ilaihi: dia mengembalikan haknya kepada yang berhak. Kata radd juga berarti sharf: memulangkan kembali[5].
            Radd menurut istilah (terminologi) adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dzawul furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka apabila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya. Dengan demikian, Radd merupakan kebalikan dari Aul. Apabila harta peninggalan masih mempunyai kelebihan setelah dibagikan kepada seluruh ahli waris sesuai dengan ketentuannya masing-masing dan tidak ada ahli waris yang mendapatkan ashabah, kelebihan harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang ada menurut pembagiannya masing-masing. 
2. Rukun Radd
Rukun radd meliputi :
  1. Adanya pemilik fardh (shahibul fardh)
  2. Adanya sisa peninggalan
  3.  Tidak adanya ahli waris ashabah
3. Pihak yang berhak menerima Radd
            Menurut pendapat jumhur ulama bahwa radd diberikan kepada semua ashabul furudh, kecuali kepada suami/istri, ayah, dan kakek. Dengan demikian, radd diberikan kepada delapan golongan sebagai berikut:
-        Anak perempuan
-        Anak perempuan dari anak laki-laki
-        Saudara perempuan sekandung
-        Saudara perempuan seayah
-        Ibu nenek
-        Saudara laki-laki seibu
-        Saudara perempuan seibu[6]
Jumhur berpendapat bahwa suami/istri tidak mendapatkan bagian radd karena radd dimiliki dengan jalan rahim, sedangkan suami/istri tidak memiliki hubungan rahim tetapi hubungan perkawinan dan akan terputus akibat kematian. Yang berhak menjadi milik mereka hanyalah harta yang sesuai dengan ketentuan sebagai ahli waris yang mempunyai bagian tetap, tanpa tambahan. Ayah dan kakek juga tidak mendapatkan radd karena ayah dan kakek merupakan ahli waris ashabah padahal radd diberikan jika tidak ada ahli waris ashabah.
4. Cara Memecahkan Masalah-masalah Radd
Sebelum menyelesaikan pembagian pusaka yang mengandung masalah radd, perlu diperhatikan apakah dalam masalah tersebut terdapat ahli waris yang ditolak menerima radd atau tidak.
Apabila bersamaan ashabul furudh didapatkan ahli waris yang tidak mendapatkan fardh berupa salah seorang suami/istri, maka salah seorang suami/istri mengambil fardh-nya (bagiannya) dari pokok harta peninggalan. Sisa sesudah fard ini untuk ashabul furdh sesuai dengan jumlah mereka apabila terdiri atas satu golongan, baik yang ada itu hanya satu golongan diantara mereka, seperti anak perempuan, ataupun banyak seperti tiga orang anak perempuan. Apabila ashabah furudh lebih banyak dari satu golongan, seperti seorang ibu dan seorang anak perempuan maka sisanya dibagi sesuai dengan fardh mereka dan dikembalikan sesuai dengan perbandingan fardh mereka pula.
Apabila bersama ashabul furdh tidak didapatkan salah seorang suami istri maka sisa harta peninggalan sesudah fardh mereka dikembalikan sesuai dengan jumlah mereka, apabila mereka terdiri atas satu golongan, baik yang ada di antara hanya dari satu golongan maka sisanya dikembalikan sesuai dengan perbandingan fardh mereka. Dengan demikian maka  bagian setiap ashabul fardh itu bertambah sesuai dengan melimpahnya harta, sehingga dia mendapatkan sejumlah warisan yang berupa fardh dan radd[7]. 

Contoh:
            Seseorang meninggal dunia, ahli waris terdiri atas suami, anak perempuan dan ibu. Harta yang ditinggalkan setelah dipotong biaya pemakaman dan keperluan yang lain, masih tersisa Rp 72 juta.
  1. Cara pertama
Ahli waris
Bagian
Asal masalah 12
Bagian yang diterima
Suami
1/4
3
3x6 juta = 18 juta
Anak perempuan
1/2
6
6x6 juta = 36 juta
Ibu
1/6
2
2x6 juta = 12 juta
jumlah

11
66 juta

Keterangan:
            Jumlah asal masalah yang semula 12, kemudian di-radd-kan menjadi 11, sehingga uang 72 juta di bagi 12 ( asal masalah) = 6 juta.
            Ada sisa uang setelah dibagi kepada ahli waris Rp 6 juta. Dalam masalah radd, sisa uang tersebut di bagi selain kepada suami atau istri dengan membuat perbandingan.
Bagian anak perempuan 1/2 = 6
            Ibu                       1/6 = 2    
                                                  8
Jadi bagian anak perempuan   6/8 x 6 = 4,5 juta
              Ibu                             2/8 x 6 = 1,5 juta           
                                                      6 juta
Maka bagian anak perempuan 36 juta – 4,5 juta = 40,5 juta
                         Ibu                   12 juta – 1,5 juta = 13,5 juta
          54 juta
                         Suami                                     18 juta 
           72 juta
  1. Cara Kedua

Ahli waris
Bagian
Asal masalah 12
Bagian yang diterima
Suami
1/4
3
3x6 juta = 18 juta
Anak perempuan
1/2
6
6x6 juta = 36 juta
Ibu
1/6
2
2x6 juta = 12 juta
jumlah

11
66 juta

Keterangan:
Jumlah asal masalah yang semula 12, kemudian di-radd-kan menjadi 11, sehingga uang 72 juta tetep di bagi 12 (asal masalah asli) = 6 juta. Perhitungan ini di berikan hanya untuk suami saja. Setelah itu membuat asal masalah sendiri yang diambil dari selain suami, yaitu saham anak perempuan ditambah dengan saham ibu (6+2= 8).
Jadi, harta 72 juta – 18 juta = 54 juta
Kemudian 54 juta : 8 (saham) = 6,75 juta


[1] Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.122
[2] Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), hlm 134
[3] Moh. Muhibbin DAN Abdul Wahid Hukum Kewarisan Islam, hal 123
[4] Moh. Muhibbin. Hukum Kewarisan Islam, hal 124
[5] Moh. Muhibbin. Hukum Kewarisan Islam, hal 128
[6] Moh. Muhibbin. Hukum Kewarisan Islam, hal 129
[7] Moh. Muhibbin. Hukum Kewarisan Islam, hal 128
Share this article :

2 comments:

Next Prev home
 
Support : Creating Website | Mas Imam
Copyright © 2009. GREEN GENERATION - All Rights Reserved