BAB II
PEMBAHASAN
- AUL
1.
Pengertian Aul
Aul
menurut bahasa (etimologi) berarti irtifa’: mengangkat. Dikatakan ‘alal
miizan bila timbangan itu naik ,terangkat. Kata Aul itu terkadang
berarti cenderung kepada perbuatan aniaya (curang)[1]. Arti
ini ditunjukkan dalam firman Allah Surah An-Nisaa’ ayat 3:
ذلك
اد نى الا تعو لوا
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya
Secara
terminologi (istilah) Aul adalah bertambahnya saham dzawil furudh dan
berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Atau bertambahnya jumlah bagian
masing-masing ahli waris.
Dalam
kitab Al Mawarits fi Syari’atil Islamiyyah,
Hasanain Muhammad Makhluf mendefinisikan bahwa ‘aul dalam pembagian pusaka adalah adanya kelebihan dalam saham ahli
waris dari besarnya asal masalah dan adanya penyusutan dalam kadar penerimaan
mereka, dikarenakan asal masalahnya tidak cukup untuk memenuhi fard-fard dari
ashabul furud.[2]
2. Sejarah Adanya ‘Aul
Pada
masa Rasulullah saw. dan kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq pristiwa Aul
belum pernah terjadi. Aul pertama kali terjadi pada masa kekhalifahan
Umar bin Khattab.
Di
dalam sejarah dijelaskan, bahwa orang yang pertama kali melakukan Aul adalah
Umar bin Khattab. Ketika itu , ilmu faraid sedang berkembang. Dan setiap orang
saling mempertahankan pendapatnya masing-masing. Pada suatu hari khalifah Umar
bin Khattab ra. Didatangi oleh seorang sahabat yang menanyakan tentang masalah
kematian seseorang, di mana ada seorang wanita meninggal dunia dengan
meninggalkan seorang suami dan dua orang saudara perempuan sekandung. Menurut
ketentuan yang berlaku, seorang suami mendapatkan bagian 1\2 (seperdua) dan dua
saudara perempuan sekandung mendapat bagian 2\3 ( dua pertiga). Dengan demikian,
jumlah bagian masing-masing melebihi harta peninggalan. Umar ra.semula bimbang,
tidak mengetahui siapakah yang berhak didahulukan dan siapakah yang harus
diakhirkan menurut ketentuan hukum Allah SWT. Dia berkata kepada para sahabat
yang ada di sisinya:
ان
بدات با لزوج اوالا ختين لم يبق للا جر حفه
Jika aku mulai memberikan kepada suami atau dua orang
saudara perempuan, maka tidak ada hak yang sempurna bagi yang lain.
Maka berilah aku pertimbangan, lalu Abbas bin
Abdul Muthalib pun memberikan pertimbangan kepadanya. Dalam riwayat yang lain
dikatakan bahwa yang memberikan pertimbangan dan pemikiran itu adalah Zaid bin
Tsabit dengan cara Aul. [3]
Namun,
Ibnu Abbas ternyata tidak menyetujui adanya ‘aul, padahal ayahnya termasuk
tokoh yang menetapkan ‘aul. Ketika dia ditanya tentang siapa yang berhak
didahulukan dan siapa yang diakhirkan jika terjadi kelebihan saham, dia
berpendapat bahwa yang berhak di dahulukan adalah orang yang dipindahkan oleh
Allah dari suatu furudul muqaddarah ke
furudul muqaddarah yang lain (seperti
suami dan ibu) sedangkan pihak yang diakhirkan adalah orang-orang yang
dipindahkan dari suatu bukan furudul
muqaddarah (seperti saudari-saudari dan anak-anak perempuan).
3. Contoh Masalah Aul
Telah
mati seorang perempuan dengan meninggalkan seorang suami, dua orang saudara
perempuan sekandung, dua orang saudara perempuan seibu dan ibu. Masalah ini
dinamakan syuraihiyyah, sebab si suami itu mencaci maki syuraih sebagai
hakim yang terkenal, di mana si suami itu diberi bagian tiga persepuluh oleh
syuraih, padahal seharusnya ia mendapatkan separuh dari sepuluh. Lalu dia
mengelilingi kabilah-kabilah sambil mengatakan: “ syuraih tidak memberikan
kepadaku separuh dan tidak pula sepertiga. Ketika syuraih mengetahui hal itu,
dia memanggilnya untuk menghadap, dan memberi hukuman ta’zir kepadanya”. Kata
syuraih:” engkau buruk bicara, dan menyembunyikan Aul.”
4. Cara Pemecahan Masalah
Aul
Cara pemecahan masalah Aul adalah dengan mengetahui
pokok, yakni yang menimbulkan masalah dan mengetahui saham setiap ashabul
furudh kemudian dengan mengabaikan pokoknya. Kemudian bagian-bagian mereka
dikumpulkan dan dijadikan sebagai pokok, lalu harta warisan dibagi atas dasar
itu. Dengan demikian, akan terjadi kekurangan bagi setiap orang sesuai sahamnya
dalam masalah ini tidak ada keladziman dan kecurangan. Misalnya, bagi suami dan
saudara perempuan sekandung maka pokok masalahnya adalah enam, untuk suami
separuh, yaitu tiga, dan untuk dua orang saudara perempuan dua pertiga, yaitu
empat, jumlahnya menjadi tujuh. Tujuh itulah yang menjadi dasar pembagian harta
peninggalan.[4]
Secara terperinci, cara menyelesaikan masalah ‘aul
di antaranya :
a) Mencari asal masalah setelah mengetahui fard dari
masing-masing ashabul furud
b) Mencari saham-saham dari masing-masing ashabul furud
c) Menjumlahkan saham ashabul
furud
d) Asal masalah yang semula tidak dipakai lagi dan diganti
dengan asal masalah yang baru
Contoh:
Seseorang
meninggal dunia, ahli warisnya terdiri atas suami, dua orang perempuan
sekandung. Harta yang ditinggalkan setelah dipotong untuk biaya pemakaman dan
keperluan yang lain, masih sisa 42 juta. Maka proses penyelesaiannya sebagai
berikut:
- Cara pertama
Ahli waris
|
Bagian
|
Asal masalah 6
|
Bagian yang diterima
|
Suami
|
1\2
|
3
|
3x6 juta = 18 juta
|
2 saudari sekandung
|
2\3
|
4
|
4x6 juta = 24 juta
|
Jumlah
|
|
7
|
42 juta
|
Keterangan:
Jumlah asal masalah yang semula 6, kemudian di ‘Aul-kan
menjadi 7, sehingga uang 42 juta dibagi 7 = 6 juta.
Atau bisa juga dengan cara :
Ahli waris
|
Bagian
|
Asal masalah 6
|
Bagian yang diterima
|
Suami
|
1\2
|
3
|
3\7x42 juta = 18 juta
|
2 saudari sekandung
|
2\3
|
4
|
4\7x 42 juta = 24 juta
|
Jumlah
|
|
7
|
42 juta
|
- Cara kedua
Ahli waris
|
Bagian
|
Asal masalah 6
|
Bagian yang diterima
|
Suami
|
1\2
|
3
|
3x7juta =21 juta
|
2 saudari sekandung
|
2\3
|
4
|
4x7 juta =28 juta
|
Jumlah
|
|
7
|
49 juta
|
Jadi, jumlah uang yang asalnya 42 juta, ketika dibagi
dengan asal masalah yang tidak di-Aul-kan, maka terdapat sisa kurang 7 juta.
49-42 juta = 7 juta.
Langkah selanjutnya dibuat
perbabdingan:
1/2 = 3
2/3 = 4
7
Potongan
untuk suami 3/7x7 juta = 3 juta
4/7x7 juta = 4 juta
7 juta
Jadi, bagian suami 21 – 3 juta = 18 juta
28 – 4 juta
= 24 juta
42 juta
B. RADD
1.
Pengertian Radd
Kata Radd secara bahasa (etimologi) berarti I’aadah:
mengembalikan. Dikatakan radd ‘alaih haqqah artinya a’aadahu ilaihi:
dia mengembalikan haknya kepada yang berhak. Kata radd juga berarti sharf:
memulangkan kembali[5].
Radd menurut istilah (terminologi) adalah
mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dzawul furudh nasabiyah
kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka apabila tidak ada
orang lain yang berhak untuk menerimanya. Dengan demikian, Radd
merupakan kebalikan dari Aul. Apabila harta peninggalan masih mempunyai
kelebihan setelah dibagikan kepada seluruh ahli waris sesuai dengan
ketentuannya masing-masing dan tidak ada ahli waris yang mendapatkan ashabah,
kelebihan harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang ada menurut
pembagiannya masing-masing.
2. Rukun Radd
Rukun radd meliputi :
- Adanya pemilik fardh (shahibul fardh)
- Adanya sisa peninggalan
- Tidak adanya ahli waris ashabah
3. Pihak yang berhak menerima Radd
Menurut pendapat jumhur ulama bahwa radd diberikan
kepada semua ashabul furudh, kecuali kepada suami/istri, ayah, dan kakek.
Dengan demikian, radd diberikan kepada delapan golongan sebagai berikut:
-
Anak perempuan
-
Anak perempuan dari anak laki-laki
-
Saudara perempuan sekandung
-
Saudara perempuan seayah
-
Ibu nenek
-
Saudara laki-laki seibu
-
Saudara perempuan seibu[6]
Jumhur berpendapat bahwa suami/istri tidak mendapatkan
bagian radd karena radd dimiliki dengan jalan rahim,
sedangkan suami/istri tidak memiliki hubungan rahim tetapi hubungan perkawinan
dan akan terputus akibat kematian. Yang berhak menjadi milik mereka hanyalah
harta yang sesuai dengan ketentuan sebagai ahli waris yang mempunyai bagian
tetap, tanpa tambahan. Ayah dan kakek juga tidak mendapatkan radd karena ayah dan kakek merupakan
ahli waris ashabah padahal radd diberikan jika tidak ada ahli waris
ashabah.
4. Cara Memecahkan Masalah-masalah Radd
Sebelum
menyelesaikan pembagian pusaka yang mengandung masalah radd, perlu diperhatikan apakah dalam masalah tersebut terdapat
ahli waris yang ditolak menerima radd atau
tidak.
Apabila bersamaan ashabul furudh didapatkan ahli waris
yang tidak mendapatkan fardh berupa salah seorang suami/istri, maka salah seorang suami/istri mengambil fardh-nya (bagiannya) dari
pokok harta peninggalan. Sisa sesudah fard ini untuk ashabul furdh
sesuai dengan jumlah mereka apabila terdiri atas satu golongan, baik yang ada
itu hanya satu golongan diantara mereka, seperti anak perempuan, ataupun banyak
seperti tiga orang anak perempuan. Apabila ashabah furudh lebih banyak
dari satu golongan, seperti seorang ibu dan seorang anak perempuan maka sisanya
dibagi sesuai dengan fardh mereka dan dikembalikan sesuai dengan
perbandingan fardh mereka pula.
Apabila
bersama ashabul furdh tidak didapatkan salah seorang suami istri maka
sisa harta peninggalan sesudah fardh mereka dikembalikan sesuai dengan
jumlah mereka, apabila mereka terdiri atas satu golongan, baik yang ada di
antara hanya dari satu golongan maka sisanya dikembalikan sesuai dengan perbandingan
fardh mereka. Dengan demikian maka
bagian setiap ashabul fardh itu bertambah sesuai dengan
melimpahnya harta, sehingga dia mendapatkan sejumlah warisan yang berupa fardh
dan radd[7].
Contoh:
Seseorang meninggal dunia, ahli waris terdiri atas suami,
anak perempuan dan ibu. Harta yang ditinggalkan setelah dipotong biaya
pemakaman dan keperluan yang lain, masih tersisa Rp 72 juta.
- Cara pertama
Ahli
waris
|
Bagian
|
Asal
masalah 12
|
Bagian
yang diterima
|
Suami
|
1/4
|
3
|
3x6
juta = 18 juta
|
Anak
perempuan
|
1/2
|
6
|
6x6
juta = 36 juta
|
Ibu
|
1/6
|
2
|
2x6
juta = 12 juta
|
jumlah
|
|
11
|
66
juta
|
Keterangan:
Jumlah asal masalah yang semula 12,
kemudian di-radd-kan menjadi 11, sehingga uang 72 juta di bagi 12 ( asal
masalah) = 6 juta.
Ada sisa uang setelah dibagi kepada ahli waris
Rp 6 juta. Dalam masalah radd, sisa uang tersebut di bagi selain kepada suami
atau istri dengan membuat perbandingan.
Bagian
anak perempuan 1/2 = 6
Ibu 1/6 = 2
8
Jadi
bagian anak perempuan 6/8 x 6 = 4,5 juta
Ibu 2/8 x 6 = 1,5 juta
6 juta
Maka bagian anak perempuan
36 juta – 4,5 juta = 40,5 juta
Ibu 12 juta – 1,5 juta = 13,5 juta
54 juta
Suami 18 juta
72 juta
- Cara Kedua
Ahli
waris
|
Bagian
|
Asal
masalah 12
|
Bagian
yang diterima
|
Suami
|
1/4
|
3
|
3x6
juta = 18 juta
|
Anak
perempuan
|
1/2
|
6
|
6x6
juta = 36 juta
|
Ibu
|
1/6
|
2
|
2x6
juta = 12 juta
|
jumlah
|
|
11
|
66
juta
|
Keterangan:
Jumlah
asal masalah yang semula 12, kemudian di-radd-kan menjadi 11, sehingga uang 72
juta tetep di bagi 12 (asal masalah asli) = 6 juta. Perhitungan ini di berikan
hanya untuk suami saja. Setelah itu membuat asal masalah sendiri yang diambil
dari selain suami, yaitu saham anak perempuan ditambah dengan saham ibu (6+2=
8).
Jadi,
harta 72 juta – 18 juta = 54 juta
Kemudian
54 juta : 8 (saham) = 6,75 juta
tq gan...
ReplyDeleteoke sama2 bro...
ReplyDelete