PENDEKATAN SOSIOLOGIS
I.
PENDAHULUAN
Kajian hadist menarik perhatian para peminat studi
hadist, baik dari kalangan islam, maupun non Islam. Bahkan hingga sekarang,
kajian terhadap hadist, mulai dari kritik otensitias hadist, sampai
pemaknaannya yang sampai sekarang masih terus berkembang.
Pemahaman hadist relatif berkembang dari zaman ke zaman,
mulai dari tekstualis, konservatif, sampai kontekstualis. Seiring dengan
perkembangan zaman, hadist dimaknai dengan sesuai kebutuhan pada zaman
tersebut, dikarenakan teks hadist itu sangat terbatas adanya, sedangkan
realitas perkembangan zaman selalu dinamis.
Pemakalah disini akan sedikit
mengeksplorasi dan
melengkapi dari metode yang telah di
bahas pada pemakalah-pemakalah yang
lalu, yaitu tentang bagaimana memahami sebuah hadist dengan pendekatan sosilogis.
II. PEMBAHASAN
A.
Pendekatan sosiologis
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama masyarakat dan menyelidiki
ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba
mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta
berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya,
keyakinan yang member sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam
setiap persekutuan hidup manusia.
Dari beberapa
peryataan diatas terlihat bahwa sosiologi adalah Ilmu yang menggambarkan
tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai
gejala sosial lainnya yang paling berkaitan. Dengan ilmu ini fenomena sosial
dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan,
mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses
tersebut.
Selanjutnya,
sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama
dan hadis. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama dan
hadis yang baru dapat dipahami secara proporsial[1]
dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama
islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa
jadi penguasa di Mesir. Mengapa dengan melaksanakan tugasnya nabi Musa harus
dibantu oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa
peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya
dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut
sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya.
Pendekatan sosiologis dimaksudkan agar orang yang akan memaknai dan
memahami hadis itu memperhatikan keadaan masyarakat setempat secara umum.
Kondisi masyarakat pada saat munculnya hadis boleh jadi sangat mempengaruhi
munculnya suatu hadis. Jadi keterkaitan antara hadis dengan situasi dan
kondisi masyarakat pada saat itu tidak dapat dipisahkan. Karena itu dalam
memahami hadis kondisi masyarakat harus dipertimbangkan agar pemaknaan tersebut
tidak salah.[2]
Pendekatan sosiologis terhadap suatu hadist merupakan
usaha untuk memahami hadist dari aspek tingkah laku sosial masyarakat pada saat
itu.[3]
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendekatan sosiologis terhadap
hadist adalah mencari uraian dan alasan tentang posisi masyarakat sosial yang
berhubungan dengan ketentuan-ketentuan dalam hadist. Penguasaan konsep-konsep
sosiologi dapat memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap
efektifitas hadist dalam masyarakat, sebagai sarana untuk merubah masyarakat
agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu yang lebih baik.[4]
Misalnya hadist berikut:
لاَ تُسَافِرْ اْلمَرْأَةُ ثَلاَثَ أَياَّمٍ
اِلاَّ مَعَ ذُىْ مَحْرَمٍ
Artinya :
Janganlah seorang wanita bepergian sejauh perjalanan (yang ditempuh) tiga hari
kecuali bersama mahrom.
Hadis di
atas mempunyai sebab-sebab yang pada saat itu tidak bisa dipisahkan dalam
memaknainya, apabila memaknai sebuah hadis dan meninggalkan sejarah turunnya
hadis dapat dipastikan akan berujung pada makna yang kurang tepat bahkan
keliru. Dalam hal ini metode pendekatan sosiologis sangatlah diperlukan, agar
dapat di ketahui apa yang di maksud dari hadis tersebut, paling tidak mendekati
kebenaran. Jika kita lihat kondisi historis dan sosiologis masyarakat saat ini,
sangatlah mungkin larangan itu di latar belakangi terhadap kaum perempuan.
Klau kita
perhatikan pada hadis di atas kita kan temukan makna yang tersirat pada
larangan tersebut bahwa Rasullah saw sebenarnya menghendaki keamanan pada kaum
perempuan pada saat bersafar. Mengingat pada masa itu dimana orang yang hendak
bepergian ia menggunakan kendaraan seperti onta, keledai dll, tentu sangatlah
berbeda dengan keadaan sekarang yang mana sarana transportasi sungguh lebih
modern.
Namun ada
beberapa pendapat yang berkenaan dengan hadis di atas sebagaimana yang
dijelaskan oleh imam Abu Hanifah dan didukung oleh mayoritas ulama hadis adalah
wajib hukumnya yang hendak haji, harus disertai marom atau suami, namun menurut
Imam Syafi’I tidak wajib ia hanya keamanan saja, keamanan bisa diperolah oleh
adanya mahrom atau suami perempuan-perempuan lain yang dapat dipercaya.[5]
III. PENUTUP
Dengan memahami hadis melalui pendekatan sosiologis kita
dapat memahami hadist dari aspek tingkah laku sosial masyarakat pada saat itu, dan sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami
agama dan hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Agil Husain
Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : Studi Kritis Atas Hadis Nabi,
Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual (Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2001)
Muttaqin, Abdul,
Pradigma Interkoneksi Dalam Memahami Hadis Nabi: Pendekatan Historis,
Sosiologis Dan Antropologis, (Yogyakarta: Jurnal Study Ilmu-Ilmu Al-Qur;An
Dan Al-Hadis, 2008)
Mustaqim, Abdul, Ilmu Ma’anil Hadist (Paradigma Interkoneksi). (Yogyakarta:
Idea Press, 2009)
M, Syuhudi Ismail, Hadist Nabi yang Tekstual dan
Kontekstual Telaah Ma’anil Hadist tentang ajaran Islam yang Universal,
Temporal, dan lokal. (Jakarta: Bulan Bintang 1994)
(Shahih Bukhari, Juz IV, hal. 39. Shahih
Muslim: Juz I
[1] Sepadan,
sebanding, simetris
[2] Agil Husain
Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : Studi Kritis Atas Hadis Nabi,
Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual (Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2001), h.24-25.
[3] Abdul Mustaqim, Ilmu
Ma’anil Hadist (Paradigma Interkoneksi). (Yogyakarta: Idea Press, 2009),
hal. 62.
[5] Abdul
Muttaqin, Pradigma Interkoneksi Dalam Memahami Hadis Nabi: Pendekatan Historis,
Sosiologis Dan Antropologis, Yogyakarta: Jurnal Study Ilmu-Ilmu Al-Qur;An
Dan Al-Hadis, 2008.H 94
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !