Berita Terbaru :
 photo Graphic1-31_zpsc1f49be2.jpg
Home » » Eksistensialisme

Eksistensialisme

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Pendahuluan
Dalam filsafat dibedakan antaraesensia daneksistensia. Esensia membuat benda, tumbuhan, binatang dan manusia. Oleh esensia, sosok dari segala yang ada mendapatkan bentuknya. Oleh esensia, kursi menjadi kursi. Pohon mangga menjadi pohon mangga. Harimau menjadi harimau. Manusia menjadi manusia. Namun, dengan esensia saja, segala yang ada belum tentu berada. Kita dapat membayangkan kursi, pohon mangga, harimau, atau manusia. Namun, belum pasti apakah semua itu sungguh ada, sungguh tampil, sungguh hadir. Di sinilah peran eksistensia.
Eksistensia membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertanam, tumbuh, berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti, dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah penting peranan eksistensia. Olehnya, segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, dan berperan





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Eksistensialisme
 Eksistensialisme yaitu suatu usaha untuk menjadikan masalah menjadi konkret karena adanya manusia dan dunia. Menurut Sartre eksistensialisme yaitu filsafat yang memberi penekanan eksistensi yang mendahului esensi. Memandang segala gejala yang ada berpangkal kepada eksistensi. Dengan adanya eksistensi akan penuh dengan lukisan-lukisan yang konkret dengan metode fenomenologi (cara keberadaan manusia).
Eksistensi sendiri yaitu eks artinya keluar, sintesi artinya berdiri; jadi eksistensi adalah berdiri sebagai diri sendiri. Menurut Heideggard “Das wesen des daseins liegh in seiner Existenz” , da-sein adalah tersusun dari dad an sein. “da” disana. Sein berarti berada. Jadi artinya manusia sadar dengan tempatnya. Menurut Sartre adanya manusia itu bukanlah “etre” melainkan “ a etre” yang artinya manusia itu tidak hanya ada tetapi dia selamanya harus dibentuk tidak henti-hentinya.[1]
Menurut Parkey (1998) aliran eksistensialisme terbagi menjadi 2, yaitu; bersifat theistic(bertuhan) dan atheistic. Menurut eksistensialisme sendiri ada 3 jenis; tradisional, spekulatif dan skeptif.
Eksistensialisme sangat berhubungan dengan pendidikan karena pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia. 
Eksistensi merupakan keadaan tertentu yang lebih khusus dari sesuatu. Apapun yang bereksistesi tentu nyata ada. Sesuatu dikatakan bereksistensi jika sesuatu itu bersifat public yang artinya objek itu sendiri harus dialami oleh banyak orang yang melakukan pengamatan[2]
Seperti juga halnya, perasaan anda yang tertekan tidak bereksistensi, meskipun perasaan itu nyata ada dan terjadi dalam diri anda. Apa yang bersifat public kiranya selalu menempati  ruang dan terjadi dalam waktu. Oleh karena itu eksistensi sering dikatakan berkenaan dengan objek-objek yang merupakan kenyataan dalam ruang dan waktu.[3]
B. Sejarah Eksistensialisme
Sejarah munculnya eksistensialisme yaitu pertama istilah ini dirumuskan oleh ahli filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger (1889-1976).akar metodelogi eksistensialisme ini berasal dari fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund husserl (1859-1938).[4]
Sedangkan munculnya filsafat eksistensialisme ini dari 2 orang ahli filsafat Soeran Kierkegaard dan Neitzche. Kierkegaard seorang filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab pertannyaan mengenai pertannyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu?” dia juga menerima prinsip Socrates yang mengatakan bahwa” pengetahuan akan diri adalah pengetahuan akan Tuhan” . Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensialisme (manusia melupakan individualitasnya), sehingga manusia bisa menjadi manusia yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Neitzche, juga filsuf Jerman (1844-1900) yang tujuan filsafatnya menjawab pertannyaan ” Bagaimana menjadi manusia unggul?” dan menurut dia jawabannya adalah manusia bisa menjadi manusia unggul jika mempunyai keberaniaan untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
Kedua tokoh diatas muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa pada saat itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang manusia seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Disamping itu penyebab munculnya filsafat eksistensialisme ini yaitu adanya reaksi terhadap filsafat materialisme Marx yang berpedoman bahwa eksistensi manusia bukan sesuatu yang primer dan idealisme Hegel yang bertolak bahwa eksistensi manusia sebagai yang konkret dan subjektiv karena mereka hanya memandang manusia menurut materi atau ide dalam rumusan dan system-sistem umum (kolektivitas social).
Pengaruh lahirnya filsafat eksistensialisme berasal dari filsafat hidup bergson dan Metafisika Modern. Filsafat ini muncul pada paruh pertengahan abad ke-20. Tokoh-tokoh Eksistensialisme yaitun Soren Aabye Kiekegaard, Karl Jaspers, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Frederidch Nietzshe,
C.  Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Pemikirannya
Aliran filsafat eksistensilisme tidak lepas dari hasil pemikirn dari para filosof pada masa itu. pelor dan tokoh-tokoh eksistensialisme diantaranya:
1.      Soren Aabye Kiekegaard
Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, merupakan pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, dan makanan. Setelah mengenyam pendidikan di sekolah putra yang prestisius di Borgerdydskolen, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Kopenhagen. Di sini pria yang bernama lengkap Soren Aabye Kierkegaard ini mempelajari filsafat dan teologi. Sejumlah tokoh seperti F.C. Sibbern, Poul Martin Moller, dan H.L. Martensen menjadi gurunya di sana.
Karya-karya Kierkegaard dapat dikelompokkan dalam dua periode. Periode pertama ditulis antara 1841 dan 1845. Sebagian besar bernuansa filosofis dan estetis, beberapa ditulis dalam nama samaran, Johannes Climacus. Karya-karya dalam periode ini ialahThe Conceptof Irony with Constant Reference to Socrates (1841), Either/Or( 1843), Fear andTrembling( 1842),The Conceptof Dread( 1844), Stageson Life's Way( 1844), Philosophical Fragments(1844), Concluding Unscientific Postscript to the Philosophical Fragments (1846).
2.      Karl Jaspers
Karl Jaspers lahir di kota Oldenburg, Jerman Utara, pada tahun 1883. Ayahnya seorang ahli hukum dan direktur bank. Sejak sekolah menengah, ia sudah tertarik pada filsafat, tetapi baru pada usia 38 tahun ia dapat sepenuhnya memenuhi panggilan filosofisnya.
Selama tiga semester ia belajar hukum di Universitas Heidelberg dan Munchen, tetapi ia mengubah haluan dengan memilih studi kedokteran yang dijalankan di Berlin, Gottingen dan Heidelberg. Di Universitas Heidelberg ia mengambil spesialiasi psikiatri. Tetapi ia tetap tertarik dengan filsafat, antara lain melalui Max Weber, ahli ekonomi, sejarawan dan sosiolog terkenal yang dikaguminya.
Jaspers menulis buku Allgemeine Psychopathologie (Psikologi umum) pada tahun 1910. Di buku ini, ia tidak melukiskan penyakit-penyakit, tetapi menyoroti manusia yang sakit. Ia menggunakan metode deskripsi fenomenologis Husserl. Pada 1916 ia menjadi profesor psikologi di Heidelberg. Lalu pada 1919 ia menulis buku Psychologie der Weltanschauungen (Psikologi Tentang Pandangan-Pandangan Dunia). Di buku ini, ia melukiskan berbagai sikap yang diambil manusia terhadap kehidupan. Dua buku ini ditulis berdasarkan pengalamannya sebagai psikiater dan menunjukkan betapa kentalnya ketertarikan Karl Jaspers pada filsafat.
Karl Jaspers mencurahkan seluruh perhaStiannya pada filsafat mulai tahun 1921, setelah ia menerima gelar profesorat filsafat di Heidelberg. Ada yang tak setuju dengan pemberian gelar ini, sebab ia dianggap bukan filsuf profesional. Namun, setelah menerima gelar penghargaan itu, ia menulis banyak sekali karya, antara lain karya besar yang terdiri dari tiga jilid,Philosophie (1932). Jilid I berjudulWeltori enti er ung (Orientasi Dalam Dunia), jilid II berjudulE xi st enz er hell ung (Penerangan Eksistensi), dan jilid III Met aphy si k (Metafisika).
3.      Martin Heidegger
Martin Hiedegger (lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 ± meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari ‘being´. Heidegger berpendapat bahwa ‘Das Wesen des Daseins liegtinseiner Existenz´, adanya keberadaan itu terletak pada eksistensinya. Di dalam realitasnya being (sein) tidak sama sebagai ‘being´ ada pada umumnya, sesuatu yang mempunyai ada dan di dalam ada, dan hal tersebut sangat bertolak belakang dengan ada sebagai pengada. Heidegger menyebutbei ng sebagai eksistensi manusia, dan sejauh ini analisis tentang ‘being´ biasa disebut sebagai eksistensi manusia (Dasein).Das ei n adalah tersusun darida dans ei n. ‘Da´ disana (there), ‘sein´ berarti berada (to be/being). Artinya manusia sadar dengan tempatnya.
4.      Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 ± meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa- apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen- komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).
Eksistensi mendahului esensi´, begitulah selalu filosof-filosof eksistensialis berkata, ´dan cara manusia bereksistensi berbeda dengan cara beradanya benda-benda. Karenanya masalah ³Ada´ merupakan salah satu tema terpenting dalam tradisi eksistensialisme. Bagi Sartre, manusia menyadari Ada-nya dengan meniadakan (mengobjekkan) yang lainnya. Dari Edmund Husserl ia belajar tentang intensionalitas, yakni kesadaran manusia yang tidak pernah timbul dengan sendirinya, namun selalu merupakan ³kesadaran akan sesuatu´. Baik kita ajukan contoh: Saat ini saya menyadari tengah duduk dalam sebuah forum diskusi, bersama dengan orang lain, serta benda-benda lain, sekaligus menyadari ahwa saya berbeda dengan orang lain, dan juga bukan sekedar benda. Saya meniadakan  (mengobjekkan orang dan benda lain). Begitulah kira-kira titik tolak filsafat Sartre.
Untuk memperjelas masalah ini,ia menciptakan dua buah istilah;être-en-soi, danêtre-pour-soi. Dengan ini pula ia membedakan cara ber-Adanya manusia dengan cara beradanya benda-benda.
Benda-benda hadir di dunia setelah ditentukan lebih dulu identitas (esensi) nya, sifatnyaêtre-en-soi. Dengan sifatnya yang seperti ini benda-benda tidak mempunyai potensi di luar konsepsi awalnya. Sebuah komputer sebelum dirakit, telah dikonsepsikan sebagai alat mempermudah pekerjaan manusia. Karena itu ia tergeletak begitu saja tanpa kesadaran, tak punya potensi untuk melampui keadaannya yang sekarang; eksistensinya mampat karena esensinya mendahului eksistensi. Sementara manusia, dengan Ada yang bersifatêtre-pour-soi, eksistensi yang mendahului esensi, selalu punya kapasitas untuk melampaui dirinya saat ini, dan menyadari Ada-nya. Misalnya seorang yang esensinya kita identifikasi sebagai pelajar, ketika ia lulus, maka esensinya sebagai pelajar menjadi tidak relevan lagi. Atau bisa jadi, esok hari ia kedapatan mencuri, maka ia kembali didefinisikan sebagai pencuri. Begitu seterusnya, sampai ia mati.
Salah satu keinginan manusia adalah meng-Ada sebagaimana keberadaan benda- benda. Mempunyai identitas dan esensi yang pasti. Celakanya, manusia memiliki kesadaran yang tak dimiliki benda-benda, karenanya mustahil bagi manusia untuk mempertahankan esensinya terus menerus. Cara beradanya benda tak punya kaitan dengan cara ber-Ada manusia. Sementara manusia sebaliknya, karena sifatnya meniadakan terhadap hal lain, maka ia senantiasa berusaha untuk meniadakan orang dan benda lain.
5.      Friedrich Nietzshe
Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tanggal 15 Oktober tahun 1844, lahir di Rocken, Prusia, Jerman Timur, di lingkungan keluarga Kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta Lutheran terkemuka dengan garis kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya. Kakeknya adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup tinggi, sementara ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.
Nietzcshe berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau ciptaan manusia sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri sebagai spesis. Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang efektif untuk mencapai tujuan bukan entitas yang trasenden dari manusia. Kebenaran ilmiah tidak mungkin efektif karena hasil konstruksi manusia dan selalau upaya melayani kepentingan dan tujuan tertentu manusia.





DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat II, Kanisius, Yogyakarta, 1980
Katsof, Louis O.,   Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2004
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002
Wiramihardja, Sutardjo A.,  Pengantar Filsafat, PT Refika Aditama, Bandung, 2006


[1] Muzairi. Eksistensialisme Jean Paul Sartre, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002)
[2]  Louis O.Katsof,  Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004)
[3]  Ibid.
[4]  Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat II, (Yogyakarta: Kanisius, 1980)


 
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Next Prev home
 
Support : Creating Website | Mas Imam
Copyright © 2009. GREEN GENERATION - All Rights Reserved