- Pendahuluan
Kajian Islam yang dilakukan para orientalis seringkali dipandang oleh kalangan Muslim tidak untuk memahami Islam secara benar, tetapi untuk mendeskreditkannya. William G. Millward, misalnya, menemukan kecurigaan kalangan Muslim terhadap kejujuran akademik kaum orientalis tadi dalam banyak literatur yang mereka tulis. Millward membandingkan, berbeda dengan penulis Muslim Arab yang biasanya lebih rasional dalam mengkritisi hasil kajian para orientalis tentang Islam, penulis Muslim Iran umumnya sangat apologetik, hingga kritik mereka terkesan emosional dan tidak argumentatif. Penulis Muslim yang mempertanyakan kejujuran akademik para orientalis tersebut terutama meragukan objektifitas kajian mereka tentang al-Qur’an serta Nabi Muhammad saw. Para penulis Muslim ini menganggap bahwa sanggahan terhadap hasil penelitian mereka yang sangat merugikan Islam tersebut harus dilakukan, agar ajaran Islam bisa dikembalikan kepada pemahaman yang autentik, sebagaimana yang diyakini oleh pemeluknya.
Secara sederhana, kata orientalis bisa diartikan “seseorang yang melakukan kajian tentang masalah-masalah ketimuran, mulai dari sastra, bahasa, sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi sampai agama dengan menggunakan paradigma Eurocentrisme, hingga menghasilkan konklusi yang distortif tentang objek kajian dimaksud.” Perkembangan orientalisme moderen berawal dari kajian terhadap Islam sebagai fenomena budaya yang tercermin dalam perilaku dan karakter spesifik pemeluknya. Dengan orientasi kajian seperti itu, maka tidak mengherankan bila perkumpulan orientalisme pertama kali dibentuk untuk melakukan kajian keislaman di Batavia (nama Belanda untuk kota Jakarta) tahun 1781. Perkumpulan ini menyelenggarakan bermacam kajian tentang Islam dan hasilnya dipergunakan untuk melandasi berbagai kebijakan pemerintah Belanda, yang terkait dengan kolonialisasinya di East Indies (Indonesia) saat itu. Inggris juga mendirikan Asiatic Society of Bengal tahun 1784 atas prakarsa Sir William Jones. Perkumpulan serupa dengan tujuan yang tidak jauh berbeda juga dibentuk di beberapa negara Eropa. Perancis mendirikan Societe Asiatique yang berkedudukan di Paris tahun 1822. Sementara Inggris mendirikan Royal Asiatic Society di London tahun 1834 dan Amerika Serikat mendirikan American Oriental Society di tahun 1842.
- Pembahasan
Nama lengkapnya theodor william juynboll Orientalis Belanda ini menimba ilmunya di Universitas Leiden. Pada mulanya ia mempelajari hukum, kemudian ia mempelajari bahasa Arab, Hadits dan Fiqh. Pada tahun 1897, Ia menerbitkan kitab al- Kharajnya Yanhya bin Adam, dengan judul Ibn Adam: Le Livre de I`impot Foncier (Leiden, 1896), kitab Shahih al- Bukhari juz keempat, upaya ini merupakan penyempurnaan dalam penerbitan Shahih al- Bukhari yang dirintis oleh Krenl (1907- 1908). Dia sebenarnya suah menyiapkan penerbitan juz kelima yang dilengkapi dengan pendahuluan, lampiran- lampiran, perbaikan- perbaikan, revisi, indeks dan juga glosarium dengan judul Bukhari: Le Reuil des traduction Mahometanes, namun sayangnya belum diterbitkanya hingga sekarang.
Dalam bidang Fiqh islam, Juynboll menerbitkan buku al- Madkal ila Ma`rifah asy- Syari`ah al- Islamiyyah bihasbi Madzhab asy- Syafi`I, cetakan pertama (1903) dan cetakan keempat (1925). Kemudian Scade (1952- 1983) menerjemahkan karya tersebut dari versi Belanda kedalam bahasa Jerman dengan judul Handbuch des Islamischen Gesetzes nach del Lehre der Schafi Schule, nebst einer allgemeinen Einleitung (Leiden: E. J Brill, 1910).
Juynboll mengikuti jejak Snouck Hurgronje, yaitu melakukan kajian kritis terhadap sumber- sumber Tasyri`, kemudian mengungkapkan bagian- bagian penting dalamnya secara ilmiyah. Sistematika pembahasan yang dilakukanya secara berturut- turut kedalam bab- bab berikut: ibadah, undang- undang individual, hukum keluarga, hukum warisan, peraturan jual beli, dasar- dasar hukum sanksi dan yang terakhir dengan penutub khusus yaitu tentang politik.
Juynboll meraih gelar doktor dengan dua disertasi (risalah). Pertama, “Kaidah umum fiqh madzhab as- Syafi`I tentang Rahn dan pengaruhnya di kawasan Hindia Belanda”, sebanyak 91 halaman yang ditulis dalam bahasa Belanda (Leien: Brill, 1893), kedua, “Korelasi Historis antara Mahar dalam Isla dengan aturan Perkawinan masa Jahiliyyah”, sebanyak 96 lembar disusun dengan bahasa Belanda (Leiden: Brill, 1894)
Jika melihat dari karya yang telah dibuat Juynboll mengkaji islam lebih pada masalah- masalah hukum dan pandangan terhadap masyarakat yang mempunyai mazhab asy- Syafi`I dengan obyek kajian pada kawasan Hindia- Belanda. Biarpun jika kembali pada waktu tersebut tidak lepas dari adanya tendensius terhadap kepentingan Belanda.
- Penutup
Kajian terhadap orientalis yang pada khususnya dilakukan oleh akademisi Indonesia masihlah sedikit, sehingga kurangnya minat terhadap kajian ini mengakibatkan sedikitnya informasi terhadap tokoh- tokoh orientalis. Banyak dari tokoh orientalis yang hanya menyudutkan islam entah apa yang menjadi latar belakang dalam mengkajinya. Dipihak lain ada pula yang bersikap moderat bahkan adapula seorang orientalis yang mengkritik sesama orientalis karena dari penelitian yang dilakukan terdapat tendensius yang pada dasarnya hanya ingin menyudutkan islam.
Daftar Pustaka
Assamurai, Qasim. Bukti- bukti Kebohongan Orientalis. 1996. Jakarta: Gema Insani Press
Badawi, Aburrahman. Ensiklopedi Tokoh Orientalis. 2003. Yogyakarta: LKIS
Hamim, Thoha. Membangun Kejujuran Akademik kaum Orientalis alam Kajian Keislaman.
Masruri, Siswanto. Orientalis. 2009. Yogyakarta: UIN SUKA
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !