KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat taufik dan hidayahNya sehingga tugas makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Pada penulisan makalah yang berjudul “ PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
DENGAN/ MELALUI POLA LITIGASI (PENGADILAN UMUM) “ ini menerangkan tentang hukum
bisnis baik dalam teori maupun praktik dari waktu ke waktu yang terus mengalami
perkembangan cukup pesat.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini maka
kami berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami. Sehingga kami mengetahui apa yang kurang dan salah dalam penulisan
makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai
macam bentuk kerjasama bisnis, yang meningkat dari hari ke hari. Semakin
meningkatnya kerjasama bisnis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat sengketa
diantara para pihak yang terlibat didalamnya.
Eksistensi hukum bisnis baik dalam teori maupun praktik dari waktu
ke waktu terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini salah satunya
karena didorong pertumbuhan ekonomi nasional maupun global yang begitu cepat
serta kompleks dengan melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis.
Sejalan dengan hal itu, regulasi tata laksana hukum bisnis secara bertahap juga
mengikutinya.
Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari ke hari, maka
tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa
dua (dispute/difference) di antara para pihak yang terlibat. Sengketa
muncul dikarenakan berbagai sebab dan alasan yang melatarbelakanginya, terutama
karena adanya conflict of interest di antara para pihak. Sengketa yang timbul
di antara pihak-pihak yang terlibat karena aktifitasnya dalam bidang bisnis
atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.[1]
Sampai saat ini
penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan melalui dua model,
yakni penyelesaian secara litigasi dan non litigasi. Pilihan penyelesaian
sengketa non litigasi dapat dibagi dua, yaitu arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa. Dari beberapa model penyelesaian sengketa tersebut
masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan dan pemakalah akan mencoba
menguraikan lebih lanjut dalam tulisan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada prinsipnya penegakan
hukum hanya dilakukan oleh kekuasaan kehakiman (judicial Power) yang
secara konstitusional lazim disebut badan yudikatif (Pasal 24 UUD 1945). Dengan
demikian, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa hanya badan
peradilan yang bernaung di bawah kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah
Agung. Pasal 2 UU No. 14 Tahun 1970 secara tegas menyatakan bahwa yang
berwenang dan berfungsi melaksanakan peradilan hanya badan-badan peradilan yang
dibentuk berdasarkan undang-undang. Diluar itu tidak dibenarkan karena tidak
memenuhi syarat formal dan official serta bertentangan dengan prinsip under
the authority of law. Namun berdasarkan Pasal 1851,1855,1858 KUHPdt,
Penjelasan Pasal 3 UU No. 14 Tahun 1970 serta UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka terbuka kemungkinan para pihak
menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga selain pengadilan (non
litigasi), seperti arbitrase atau perdamaian (islah).[2] Untuk
memperjelas masing-masing kelebihan dan kelemahan baik model penyelesaian
sengketa melalui jalur litigasi maupun non litigasi maka perlu ditelaah satu
persatu yaitu :
A.
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah
Melalui Jalur Non Litigasi
1.
Albitrase Penyelesaian Sengketa
Menurut undang-undang No. 30 tahun 1999, arbiterase adalah cara
penyelesaian suatu perkara perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbiterase yang di buat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (Pasal 1 ayat (1)). Pada dasarnya arbiterase adalah perjanjian
perdata dimana para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
yang mungkin akan timbul dikemudian hari yang diputuskan oleh pihak ketiga atau
penyeleasaian sengketa oleh seseorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang
ahli di bidangnya secara bersama-sama ditunjuk oleh pihak yang berperkara
dengan tidak diselesaikan melalui pengadilan, tetapi secara musyawarah, hal
mana dituangkan dalam salah satu bagian dari kontrak.49 Hal ini sejalan dengan
firman Allah Annisa 4:58)
Yang artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.
Gagasan berdirinya lembaga
arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya para pakar, cendekiawan
muslim, praktisi hukum, para kyai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang
perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori Dewan
Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992. Setelah mengadakan beberapa kali rapat
dan setelah diadakan beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan struktur
organisasi dan prosedur beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah
diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI),[3] sekarang
telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang
diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan bentuk dan pengurus BAMUI
dituangkan dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003
sebagai lembaga arbiter yang menangani penyelesaian perselisihan sengketa di
bidang ekonomi syariah.
2.
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Alternatif
Dispute Resolution (ADR) yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
berarti penyelesaian Sengketa Alternatif adalah suatu proses penyelesaian
sengketa non litigasi dimana para pihak yang bersengketa dapat membantu aatau
dilibatkan dalam penyelesaian persengketaan tersebut atau melibatkan pihak
ketiga yang bersifat netral.[4]
Kecenderungan memilih Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatif
Dispute Resulotion) oleh masyarakat dewasa ini didasarkan pada :[5]
a.
Kurang percayanya pada sistem pengadilan dan pada saat yang sama kurang
dipahaminya keuntungan atau kelebihan sistem arbitrase di banding pengadilan,
sehingga masyarakat pelaku bisnis lebih mencari alternatif lain dalam upaya
menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat atau sengketa-sengketa bisnisnya.
b.
Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga arbitrase mulai menurun yang
disebabkan banyaknya klausul-klausul arbitrase yang tidak berdiri sendiri,
melainkan mengikuti dengan klausul kemungkinan pengajuan sengketa ke pengadilan
jika putusan arbitrasenya tidak berhasil diselesaikan.
Model yang dikembangkan oleh Alternatif Penyelesaian Sengketa memang cukup
ideal dalam hal konsep, namun dalam prakteknya juga tidak menutup kemungkinan
terdapat kesulitan jika masing-masing pihak tidak ada kesepakatan atau
wanprestasi karena kesepakatan yang dibuat oleh para pihak dengan perantara
mediator tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.
Apabila jalur arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa tidak dapat
menyelesaikan perselisihan, maka lembaga peradilan atau jalur litigasi adalah
gawang terakhir sebagai pemutus perkara.
B.
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah
Melalui Jalur Litigasi
Mengenai
badan peradilan mana yang berwenang menyelesaikan perselisihan jika terjadi
sengketa perbankan syariah memang sempat menjadi perdebatan di berbagai
kalangan apakah menjadi kewenangan Pengadilan Umum atau Pengadilan Agama karena
memang belum ada undang-undang yang secara tegas mengatur hal tersebut,
sehingga masing-masing mencari landasan hukum yang tepat. Dengan diamandemennya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama oleh Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, maka perdebatan mengenai siapa yang berwenang untuk
menyelesaikan sengketa perbankan syariah sudah terjawab.
a.
Landasan Yuridis dan Kompetensi Pengadilan Agama
Amandemen
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 memberikan wewenang kekuasaan Peradilan Agama
bertambah luas, yang semula sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1989 hanya bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang : a) perkawinan, b) kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam, dan c) wakaf dan shadaqah. Dengan adanya amandemen
Undang-Undang tersebut, maka ruang lingkup tugas dan wewenang Peradilan Agama
diperluas. Berdasarkan Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara ditingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang ekonomi syari’ah
yang meliputi: a) bank syari’ah, b) lembaga keuangan mikro syari’ah, c)
asuransi syari’ah, d) reasuransi syari’ah, e) reksa dana syari’ah, f) obligasi
syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah, g) sekuritas syari’ah,
h) pembiayaan syari’ah, i) pegadaian syari’ah, j) dana pensiun lembaga keuangan
syari’ah, dan k) bisnis syari’ah.[6]
Adapun sengketa
di bidang ekonomi syariah yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah:[7]
1.
Sengketa
di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan
syariah dengan nasabahnya;
2.
Sengketa
di bidang ekonomi syariah antara sesame lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan
syariah;
3.
Sengketa
di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam, yang mana
akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa kegiatan usaha yang dilakukan
adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
b.
Keunggulan dan Kelemahan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah
Melalui Pengadilan Agama.
Keunggulan-keunggulan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa
perbankan syariah antara lain:
1.
Pengadilan Agama memilki SDM yang
sudah memahami permasalahan syariah, tinggal meningkatkan wawasan dan pengetahuan
mereka melalui pendidikan dan pelatihan secara berkala.
2.
Kendatipun RUU tentang ekonomi
syariah belum disahkan namun Pengadilan Agama mempunyai hukum materiil yang
cukup established, khususnya yag berkaitan dengan ekonomi syariah, diantaranya
berupa kitab-kitab fikih muamalah yang dalam penerapannya masih kontekstual.
3.
Keberadaan kantor Pengadilan Agama
hampir meliputi semua wilayah Kabupaten dan Kotamadia di seluruh wilayah
Indonesia dan sebagian besar telak mengaplikasikan jaringan Teknologi Informasi
(TI) dengan basis internet, sehingga apabila dibandingkan dengan BASYARNAS yang
keberadaannya masih terkonsentrasi
di wilayah ibukota, maka Pengadilan Agama mempunyai keunggulan dalam kemudahan
pelayanan.
4.
Mendapat
dukungan mayoritas penduduk Indonesia, yaitu masyarakat muslim yang saat ini
sedang mempunyai semangat tinggi dalam menegakkan nilai-nilai agama yang mereka
anut.[8]
5.
Adanya
dukungan politis yang kuat karena pemerintah dan DPR telah menyepakati
perluasan kewenangan Peradilan Agama tersebut pada tanggal 21 Februari 2006
sehingga lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 adalah suatu keniscayaan untuk
menyesuaikan terhadap tuntutan hukum yang ada, yakni perubahan paradigma dari
peradilan keluarga menuju peradilan modern.[9]
6.
Adanya dukungan dari otoritas Perbankan
(Bank Indonesia) dan dukungan dari Lembaga Keuanan Islam di seluruh dunia.[10]
BAB III
PENUTUP
kepercayaan ini tidak disia-siakan dan dijawab dengan kinerja yang
memuaskan, maka ini bukan saja momentum bersejarah, namun menjadi tonggak baru
yang menentukan perjalanan sejarah Peradilan Agama ke depan. Apabila
kepercayaan itu sudah terbangun, Peradilan Agama mungkin saja akan diberi
amanat baru yang lebih besar –sekedar mengingatkan Mahkamah syar’iyah di Aceh
telah diberi kewenangan khusus untuk melaksanakan peradilan dibidang jinayah
(pidana Islam)- mungkin juga hal ini akan berimbas pada perluasan kewenangan
Peradilan Agama secara signifikan di waktu-waktu yang akan datang.
Stigma yang melekat pada Pengadilan Agama sebagai lembaga yang
inferior sedikit demi sedikit akan terkikis dengan sendirinya apabila seluruh
komponen Peradilan Agama saling bahu membahu untuk menunjukkan kinerja bagus
dan mendedikasikan sebagai persembahan terbaik bagi negeri ini yang tak juga
surut dirundung duka. Amien
DAFTAR PUSTAKA
Thaher, Asmuni, Kendala-kendala
Seputar Eksistensi Perbankan Syariah di Indonesia, MSI-UII.Net-3/9/2004
Ariyanto dkk., Tak Sekadar Menangani Kawin Cerai (Kolom Hukum),
Trust Majalah Berita ekonomi dan Bisnis Edisi 27 Tahun IV, 17-23 April 2006.
Emerzon, Joni, Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).
Margono, Suyud, ADR dan Arbitrase (Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum), (Jakarta:Ghalia Indonesia), 2000.
Suhartono, Prospek Legislasi Fikih Muamalah Dalam Sistem Hukum
Nasional, www.Badilag.net tgl. 31-10-2007
Manan, Abdul, Beberapa Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi
Syariah, Makalah Diklat Calon Hakim Angkatan-2 di Banten, 2007.
Perwataatmaja, Karnaen, dkk., Bank dan Asuransi Islam di
Indonesia, (Jakarta:Prenada Media), 2005,
Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan
Islam & Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI, Takaful dan Pasar Modal Syariah di
Indonesia), (Jakarta:Raja Grafindo Persada), 2004.
[1] Asmuni M. Thaher, Kendala-kendala Seputar Eksistensi Perbankan Syariah
di Indonesia, MSI-UII.Net-3/9/2004
[2] Karnaen Perwataatmaja, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,
(Jakarta:Prenada Media), 2005, hal. 288.
[3]
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam &
Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI, Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia),
(Jakarta:Raja Grafindo Persada), 2004, hal. 167.
[4] Joni Emerzon, Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama),
hal. 38.
[5] Suyud Margono, ADR dan Arbitrase (Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum), (Jakarta:Ghalia Indonesia), 2000, hal. 82
[6] Suhartono, Prospek
Legislasi Fikih Muamalah Dalam Sistem Hukum Nasional, www.Badilag.net tgl.
31-10-2007
[7] Abdul Manan, Beberapa
Masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syariah, Makalah Diklat Calon Hakim
Angkatan-2 di Banten, 2007, hal. 8
[8] Kernaen
Perwataatmadja dkk., Op. Cit. hal. 296.
[9] Ariyanto dkk.,
Tak Sekadar Menangani Kawin Cerai (Kolom Hukum), Trust Majalah Berita
ekonomi dan Bisnis Edisi 27 Tahun IV, 17-23 April 2006, hal 70.
[10] Abdul Manan, Op.Cit.
hal. 3.
sob artikel@ sangat bgus,mintak izin untuk di copy bwt bahan kuliah y sob,,, maksh
ReplyDelete