BAB I
PENDAHULUAN
Hadis merupakan sumber kedua
setelah al-Qur’an, artinya lau salah satu dalam memahami hadis akan berdampak
pada salah satu memahami al-Qur;an karena banyak hadis Nabi Saw yang statusnya adalah penjelasan dari al-Qur’an.
Mempelari hadis dan berusaha
mempelajari dengan segala pendekatan adalah langkah yang sangat positif untuk
mencegah anomalis makna hadis Nabi Saw, hal ini banyak terjadi pada zaman
sekarang yang mana ada sebagian kaum muslimin hanya memahami hadis secara
tekstual saja, hal ini sangatlah membahayakan kaum muslimin yang lain, sebuat
saja kejadian pengeboman yang ada didunia pada umumnya dan di Indonesia pada
ksusunya, memang tidak mutlak disebabkan oleh ketidak pahaman akan hadis. Namun
cara yang di gunakan untuk merekrut anggotanya adalah pendekatan hadis yang
kurang tepat.
Dalam pembahasan hadis kali ini,
penulis akan mencoba menganalisa hadis tentang KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU dengan
menggunakan pendekatan bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu pendekatan yang bisa
kita lakukan adalah dengan pendekatan bahasa. Karena semua hadis itu
menggunakan bahasa Arab, maka hampir bisa dikatakan bahwa semua hadis bisa
dipahami menggunakan pendekatan bahasa.
Nabi Muhammad adalah orang yang
paling fasih di kalangan arab, terkadang beliau menggunakan bahasa majaz,
balaghoh dll. Dalam pemahaman hadis kita bukan hanya melihat dari sisi
keindahan bahasa saja, akan tetapi juga dari tata bahasa arab. Karena didalam
pendekatan bahasa kita tidak bisa lepas dari kaidah lugPendekatan lingusitik
atau bahasa adalah suatu pendekatan yang cenderung mengandalkan bahasa dalam
memahami hadis Nabi saw.
Salah satu kekhususan yang
dimiliki hadis Nabi saw. adalah bahwa matan hadis memiliki bentuk yang beragam.
Diantara bentuk matan tersebut yaitu, jawami’ al-kalim (ungkapan yang singkat
namun padat maknanya), tamstsil (perumpamaan), ramzi (bahasa simbolik), bahasa
percakapan (dialog), ungkapan analogi dan lain sebagainya. Perbedaan bentuk
matan hadis ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap hadis Nabi saw. pun harus
berbeda-beda.[1]
Dalam memahami hadis nabi saw.
dengan menggunakan pendekatan bahasa maka yang perlu dilakukan adalah memahami
kata-kata sukar yang terdapat dalam hadis, jika telah dapat dipahami, maka
langkah selanjutnya adalah menguraikan makna kalimat atau ungkapan dalam hadis
tersebut. setelah itu, baru dapat ditarik kesimpulan makna dari hadis
tersebut.hawiyah.[2]
Dalam Pembahasan kali ini penulis
akan mencoba menganalisa hadis tentang Keutamaan Menuntut Ilmu yaitu dengan
pendekatan bahasa, bunyi hadis :
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ
طَرِيْقِ الْجَنَّةِ
Yang telah penulis melakukan
sebuah Takhrij Hadis, pada mata kuliah Hadis yang lalu, dan sekarang penulis
akan mencoban menganalisa hadis tersebut melalui pendekatan bahasa.
Hadis tersebut di riwayatkan oleh : Sunan abu Dawud, Shohih
Bukhori, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad bin Muhammad bin Hambal, yaitu sebagai
berikut:
a. Sunan
Abu Dawud yang berbunyi :
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقاً يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ
طُرُقِ الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu
agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
b. Shohih
Bukhori yang berbunyi :
ومَنْ
سَلَكَ طَرِيْقاً يَطْلُبُ بِهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلىَ
الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu
agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
c. Sunan
At-Tirmidzi yang berbunyi :
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ
طَرِيْقًا إِلىَ الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu
agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
d. Sunan
Ibnu Majah yang berbunyi :
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلىَ
الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu
agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
e. Musnad Ahmad bin
Muhammad bin Hambal yang berbunyi :
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلىَ
الْجَنَّةِ.
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu
agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
Jika hadis-hadis tersebut di cermati, maka empat hadis tentang keutamaan
menuntut ilmu di atas mengandung perbedaan lafadz antara hadis periwayan Sunan
abu Dawud, Shohih Bukhori, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad
bin Muhammad bin Hambal, yaitu mengandung perbedaan lafad.
Dan apabila di analisa, hadis di
atas dari segi kebahasaan dapat diketahu bahwa dalam matan hadis tersebut
terdapat unsur tasybih. Yaitu Tasybih Dhimni, yang di maksud dengan
tasybih Dhimni itu sendiri adalah
tasybih yang kedua tharaf-nya tidak diterangkan dalam bentuk tasybih yang telah kita kenal, melainkan keduanya
hanya berdampingan dalam susunan kalimat. Tasybih jenis ini didatangkan untuk
menunjukkan bahwa hukum
(makna) yang disandarkan kepada musyabbah itu mungkin adaya.
Yaitu tentang hukum tentang
menuju surga, dalam hadis di atas diterangkan barang siapa
yang keluar atau pergi untuk menuntut maka Allah Swt akan
mempermudahkan baginya jalan menuju surga.
Dengan demikian dapat dipahami
dari bentuk tasybih pada hadis di atas, bahwa secara tekstual hadist tersebut
menjelaskan bahwa kemudahan masuk surga bagi orang yang sedang menuntut ilmu.
Apabila
kita perhatikan hadits yang agung ini. Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjelaskan keutamaan menuntut ilmu pada awal kalimat, dan
keutamaan ‘alim (orang yang berilmu) pada pertengahan kalimat, lalu pada akhir
kalimat beliau n menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu yang
diwariskan para Nabi, yaitu ilmu agama yang haq.
Syeikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan
oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, bukan lainnya.
Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan
dengannya kepada manusia.” [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]
Ini bukan berarti bahwa ilmu dunia
itu terlarang atau tidak berfaedah. Bahkan ilmu dunia yang dibutuhkan oleh umat
juga perlu dipelajari dengan niat yang baik.
Beliau juga berkata: “Yang kami
maksudkan adalah ilmu syar’i, yaitu: ilmu yang yang diturunkan oleh Allah
kepada Rasul-Nya, yang berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk. Maka ilmu
yang mendapatkan pujian dan sanjungan hanyalah ilmu wahyu, ilmu yang diturunkan
oleh Allah”. [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ
فِقْهٍ غَيْرِ فَقِيهٍ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ
أَفْقَهُ مِنْهُ
Semoga
Allah mengelokkan wajah seseorang yang telah mendengar perkataanku, lalu dia
menyampaikannya. Terkadang orang yang membawa fiqih (ilmu; pemahaman; hadits
Nabi) bukanlah ahli fiqih. Terkadang orang yang membawa fiqih membawa kepada
orang yang lebih fiqih (faham) darinya. [HR. Ibnu Majah no:230, dan ini lafazhnya; Ahmad 5/183; Abu Dawud no:
3660; dan lainnya]
Imam Ibnu Abdil Barr
rahimahullah berkata: “Beliau n menamakan perkataan beliau dengan nama ilmu,
bagi orang yang merenungkan dan memahaminya”. [Jami’ Bayanil Ilmi Wa Fadhlihi]
Oleh karena itulah wahai
saudara-saudaraku yang tercinta, istilah ilmu tidaklah dikehendaki oleh Allah
dan Rasul-Nya kecuali terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, atau kesepakatan seluruh umat terhadap suatu
perkara yang menghilangkan perselisihan, dan apa-apa yang dapat mendekatkan
kepadanya. [Diambil dari perkataan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam kitab
Bahjatun Nazhirin 2/461]
Inilah kewajiban kita, kaum
muslimin, baik terpelajar atau awam. Kita wajib mengetahui dan memahami apa-apa
yang diperintahkan oleh Allah dan apa-apa yang Dia larang.[3]
Mutiara hikmah yang dapat
kita petik dari hadits ini adalah:
Ilmu yang disebutkan keutamaannya
dan dipuji oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah ilmu agama.
Salah satu ciri utama orang yang
akan mendapatkan taufik dan kebaikan dari Allah Ta’ala adalah dengan
orang tersebut berusaha mempelajari dan memahami petunjuk Allah Ta’ala dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam agama Islam.
Orang yang tidak memiliki
keinginan untuk mempelajari ilmu agama akan terhalangi untuk mendapatkan
kebaikan dari Allah Ta’ala.
Yang dimaksud dengan pemahaman
agama dalam hadits ini adalah ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum agama yang
mewariskan amalan shaleh, karena ilmu yang tidak dibarengi dengan amalan shaleh
bukanlah merupakan ciri kebaikan.
Memahami petunjuk Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar
merupakan penuntun bagi manusia untuk mencapai derajat takwa kepada Allah
Ta’ala.
BAB III
PENUTUP
Demikian yg bisa penulis paparkan
menganai pendekan bahasa dalam memami hadis tentang keutamaan menutut ilmu,
dari sini bisa penulis tari kesimpulan bahwa Sesungguhnya
keutamaan menuntut ilmu sangat banyak, di sini cukuplah kami sebutkan beberapa
faedah dari hadits di atas yang telah kami sampaikan:
1. Allah memudahkan jalan ke sorga bagi orang yang menuntut
ilmu.
2. Malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha
terhadap thalibul ilmi.
3. Seorang ‘alim dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di
langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air.
4. Keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan
bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang.
5. Para ulama itu pewaris para Nabi.
DAFTAR
PUSTAKA
Fajrul Munawir, Pendekatan
Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. Abd. Muin Salim (t.th
Teras t.th)
Jasiman, Fiqh Puasa (Cet
8: Surakarta :Era Intermedia 2009
Nizar, Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode Dan
Pendekatan), Yogyakarta: CESad YPI Al-Rahmah 2001
[1] Fajrul Munawir, Pendekatan
Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. Abd. Muin Salim (t.th
Teras t.th) h. 138
[2] Nizar, Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode Dan Pendekatan), Yogyakarta: CESad YPI Al-Rahmah
2001,h.65
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !