Berita Terbaru :
 photo Graphic1-31_zpsc1f49be2.jpg
Home » » Penelitian Sanad dan Matan Hadist

Penelitian Sanad dan Matan Hadist


BAB I
PENDAHULUAN

Hadis merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an, artinya lau salah satu dalam memahami hadis akan berdampak pada salah satu memahami al-Qur;an karena banyak hadis Nabi Saw yang statusnya adalah penjelasan dari al-Qur’an.
Mempelari hadis dan berusaha mempelajari dengan segala pendekatan adalah langkah yang sangat positif untuk mencegah anomalis makna hadis Nabi Saw, hal ini banyak terjadi pada zaman sekarang yang mana ada sebagian kaum muslimin hanya memahami hadis secara tekstual saja, hal ini sangatlah membahayakan kaum muslimin yang lain, sebuat saja kejadian pengeboman yang ada didunia pada umumnya dan di Indonesia pada ksusunya, memang tidak mutlak disebabkan oleh ketidak pahaman akan hadis. Namun cara yang di gunakan untuk merekrut anggotanya adalah pendekatan hadis yang kurang tepat.
Dalam pembahasan hadis kali ini, penulis akan mencoba menganalisa hadis tentang KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU dengan menggunakan pendekatan bahasa.














BAB II
PEMBAHASAN

Salah satu pendekatan yang bisa kita lakukan adalah dengan pendekatan bahasa. Karena semua hadis itu menggunakan bahasa Arab, maka hampir bisa dikatakan bahwa semua hadis bisa dipahami menggunakan pendekatan bahasa.
Nabi Muhammad adalah orang yang paling fasih di kalangan arab, terkadang beliau menggunakan bahasa majaz, balaghoh dll. Dalam pemahaman hadis kita bukan hanya melihat dari sisi keindahan bahasa saja, akan tetapi juga dari tata bahasa arab. Karena didalam pendekatan bahasa kita tidak bisa lepas dari kaidah lugPendekatan lingusitik atau bahasa adalah suatu pendekatan yang cenderung mengandalkan bahasa dalam memahami hadis Nabi saw.
Salah satu kekhususan yang dimiliki hadis Nabi saw. adalah bahwa matan hadis memiliki bentuk yang beragam. Diantara bentuk matan tersebut yaitu, jawami’ al-kalim (ungkapan yang singkat namun padat maknanya), tamstsil (perumpamaan), ramzi (bahasa simbolik), bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi dan lain sebagainya. Perbedaan bentuk matan hadis ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap hadis Nabi saw. pun harus berbeda-beda.[1]
Dalam memahami hadis nabi saw. dengan menggunakan pendekatan bahasa maka yang perlu dilakukan adalah memahami kata-kata sukar yang terdapat dalam hadis, jika telah dapat dipahami, maka langkah selanjutnya adalah menguraikan makna kalimat atau ungkapan dalam hadis tersebut. setelah itu, baru dapat ditarik kesimpulan makna dari hadis tersebut.hawiyah.[2]






Dalam Pembahasan kali ini penulis akan mencoba menganalisa hadis tentang Keutamaan Menuntut Ilmu yaitu dengan pendekatan bahasa, bunyi hadis :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ طَرِيْقِ الْجَنَّةِ
Yang telah penulis melakukan sebuah Takhrij Hadis, pada mata kuliah Hadis yang lalu, dan sekarang penulis akan mencoban menganalisa hadis tersebut melalui pendekatan bahasa.
Hadis tersebut di riwayatkan oleh : Sunan abu Dawud, Shohih Bukhori, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad bin Muhammad bin Hambal, yaitu sebagai berikut:
a.       Sunan Abu Dawud yang berbunyi :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
b.      Shohih Bukhori yang berbunyi :

ومَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَطْلُبُ بِهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلىَ الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
c.       Sunan At-Tirmidzi yang berbunyi :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلىَ الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
d.      Sunan Ibnu Majah yang berbunyi :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلىَ الْجَنَّةِ،
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”
e.       Musnad Ahmad bin Muhammad bin Hambal yang berbunyi :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلىَ الْجَنَّةِ.
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga”

Jika hadis-hadis tersebut di cermati, maka empat hadis tentang keutamaan menuntut ilmu di atas mengandung perbedaan lafadz antara hadis periwayan Sunan abu Dawud, Shohih Bukhori, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad bin Muhammad bin Hambal, yaitu mengandung perbedaan lafad.
Dan apabila di analisa, hadis di atas dari segi kebahasaan dapat diketahu bahwa dalam matan hadis tersebut terdapat unsur tasybih. Yaitu  Tasybih Dhimni, yang di maksud dengan tasybih Dhimni itu sendiri  adalah tasybih yang kedua tharaf-nya tidak diterangkan dalam bentuk tasybih yang telah kita kenal, melainkan keduanya hanya berdampingan dalam susunan kalimat. Tasybih jenis ini didatangkan untuk menunjukkan bahwa hukum (makna) yang disandarkan kepada musyabbah itu mungkin adaya.
Yaitu tentang hukum tentang menuju surga, dalam hadis di atas diterangkan barang siapa yang  keluar atau pergi untuk menuntut maka Allah Swt akan mempermudahkan baginya jalan menuju surga.
Dengan demikian dapat dipahami dari bentuk tasybih pada hadis di atas, bahwa secara tekstual hadist tersebut menjelaskan bahwa kemudahan masuk surga bagi orang yang sedang menuntut ilmu.
Apabila kita  perhatikan hadits yang agung ini. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan keutamaan menuntut ilmu pada awal kalimat, dan keutamaan ‘alim (orang yang berilmu) pada pertengahan kalimat, lalu pada akhir kalimat beliau n menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu yang diwariskan para Nabi, yaitu ilmu agama yang haq.
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia.” [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin]
Ini bukan berarti bahwa ilmu dunia itu terlarang atau tidak berfaedah. Bahkan ilmu dunia yang dibutuhkan oleh umat juga perlu dipelajari dengan niat yang baik.
Beliau juga berkata: “Yang kami maksudkan adalah ilmu syar’i, yaitu: ilmu yang yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yang berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk. Maka ilmu yang mendapatkan pujian dan sanjungan hanyalah ilmu wahyu, ilmu yang diturunkan oleh Allah”. [Kitabul ilmi, hal: 11, karya Syeikh Al-Utsaimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ غَيْرِ فَقِيهٍ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ
Semoga Allah mengelokkan wajah seseorang yang telah mendengar perkataanku, lalu dia menyampaikannya. Terkadang orang yang membawa fiqih (ilmu; pemahaman; hadits Nabi) bukanlah ahli fiqih. Terkadang orang yang membawa fiqih membawa kepada orang yang lebih fiqih (faham) darinya. [HR. Ibnu Majah no:230, dan ini lafazhnya; Ahmad 5/183; Abu Dawud no: 3660; dan lainnya]
 Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: “Beliau n menamakan perkataan beliau dengan nama ilmu, bagi orang yang merenungkan dan memahaminya”. [Jami’ Bayanil Ilmi Wa Fadhlihi]
Oleh karena itulah wahai saudara-saudaraku yang tercinta, istilah ilmu tidaklah dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya kecuali terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau kesepakatan seluruh umat terhadap suatu perkara yang menghilangkan perselisihan, dan apa-apa yang dapat mendekatkan kepadanya. [Diambil dari perkataan Syeikh Salim Al-Hilali di dalam kitab Bahjatun Nazhirin 2/461]
Inilah kewajiban kita, kaum muslimin, baik terpelajar atau awam. Kita wajib mengetahui dan memahami apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan apa-apa yang Dia larang.[3]

 Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini adalah:
Ilmu yang disebutkan keutamaannya dan dipuji oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah ilmu agama.
Salah satu ciri utama orang yang akan mendapatkan taufik dan kebaikan dari Allah Ta’ala  adalah dengan orang tersebut berusaha mempelajari dan memahami petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam agama Islam.
Orang yang tidak memiliki keinginan untuk mempelajari ilmu agama akan terhalangi untuk mendapatkan kebaikan dari Allah Ta’ala.
Yang dimaksud dengan pemahaman agama dalam hadits ini adalah ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum agama yang mewariskan amalan shaleh, karena ilmu yang tidak dibarengi dengan amalan shaleh bukanlah merupakan ciri kebaikan.
Memahami petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar merupakan penuntun bagi manusia untuk mencapai derajat takwa kepada Allah Ta’ala.
BAB III
PENUTUP

Demikian yg bisa penulis paparkan menganai pendekan bahasa dalam memami hadis tentang keutamaan menutut ilmu, dari sini bisa penulis tari kesimpulan bahwa Sesungguhnya keutamaan menuntut ilmu sangat banyak, di sini cukuplah kami sebutkan beberapa faedah dari hadits di atas yang telah kami sampaikan:
1.      Allah memudahkan jalan ke sorga bagi orang yang menuntut ilmu.
2.      Malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi.
3.      Seorang ‘alim dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air.
4.      Keutamaan seorang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang.
5.      Para ulama itu pewaris para Nabi.

DAFTAR PUSTAKA

Fajrul Munawir, Pendekatan Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. AbdMuin Salim (t.th Teras t.th)

Jasiman, Fiqh Puasa (Cet 8: Surakarta :Era Intermedia 2009

Nizar, AliMemahami Hadis Nabi (Metode Dan Pendekatan), Yogyakarta: CESad YPI Al-Rahmah 2001




[1] Fajrul Munawir, Pendekatan Kajian Tafsir, dengan kata pengantar oleh Prof. Dr. AbdMuin Salim (t.th Teras t.th) h. 138
[2] Nizar, Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode Dan Pendekatan), Yogyakarta: CESad YPI Al-Rahmah 2001,h.65
[3] Jasiman, Fiqh Puasa (Cet 8: Surakarta :Era Intermedia 2009

Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Next Prev home
 
Support : Creating Website | Mas Imam
Copyright © 2009. GREEN GENERATION - All Rights Reserved