Berita Terbaru :
 photo Graphic1-31_zpsc1f49be2.jpg
Home » » Penafsiran Pada Masa Sahabat

Penafsiran Pada Masa Sahabat

PENAFSIRAN PADA MASA SAHABAT
A.    Pengertian Penafsiran Sahabat
Sahabat adalah orang yang bertemu (sezaman) dengan Nabi SAW dalam keadaan iman, kemudian wafat dalam keadaan Islam. Menurut Ibnu Hajar orang yang masuk Islam setelah wafatnya Nabi SAW, tidak dihitung Sahabat. Dan sesungguhnya telah datang penafsiran dari para Sahabat, maka disebut Tafsir Bil Maktsur.[1]
Penafsiran Sahabat adalah penafsiran ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW, dengan dasar keterangan atau nukilan dari Nabi. Penafsiran ini dilakukan sesudah Nabi wafat.
Para sahabat adalah pelopor-pelopor yang pertama, yang mendapatkan pendidikan dalam asuhan Nabi. Ketika al-Qur’an diturunkan Allah kepada Rasul, beliau berada ditengah-tengah Sahabat. Beliau menjelaskan ayat-ayat yang Mujmal dan menguraikan kemusykilan-kemusykilannya. Para Sahabatlah yang menyaksikan konteks dan situasi serta kondisi dimana al-Qur’an diturunkan. Namun hanya sedikit sekali hadis dari Nabi yang menerangkan tentang Tafsir.
Dari Aisyah berkata: Nabi menafsirkan hanya beberapa ayat saja, menurut petunjuk yang diberikan oleh Jibril.
Karena itulah, atsar para Sahabat dipandang perlu dan penting ketika menafsirkan ayat dalam al-Qur’an. Kemudian, mengenai kedudukan hukum Tafsir dengan atsar Sahabat adalah marfu’ seperti diriwayatkan dari Imam al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak, bahwa tafsir yang dinukilkan dari Sahabat dihukumkan sebagai marfu’. Pendapat yang demikian ini adalah pendapat yang paling umum dan yang dinisbatkan kepada Imam Bukhori dan Muslim.[2]
Di lain pihak, Ibnu Shalah berkata: Tafsir Sahabat itu hukumnya marfu’, apabila digantungkan pada sebab-sebab turunnya ayat, atau yang dalam tafsirannya tidak menggunakan Ro’yu. Jika demikian, selama tidak disandarkan kepada Rosulullah maka hukumnya Mauquf.
            Kemudian Zarkasyi mengajukan pendapatnya mengenai peringatan Nabi untuk tidak melakukan penafsiran Qur’an menurut pendapat sendiri sebagai berikut: “Jika hadis ini kuat, maka barang siapa yang berbicara mengenai al-Qur’an semata-mata berdasarkan pendapatnya sendiri, tanpa bertumpu pada sesuatu pun kecuali ucapannya sendiri, walaupun dia benar, akan sesat dari jalan yang benar, ini karena ia suatu pendapat tanpa bukti apapun”. Kemudian Zarkasyi mengutip sebuah hadis Rasul yang mendukung penafsiran pribadi: “al-Qur’an itu lembut, mampu terhadap berbagai jenis penafsiran. Maka tafsirkanlah menurut jenis yang terbaik”.[3]
            Alasan lain diterimanya penafsiran pribadi adalah kebutuhan untuk menjadikan al-Qur’an relevan dengan setiap waktu dan keadaan.
           
B.     Tokoh Mufasir dari golongan sahabat dan alirannya
Para Sahabat yang terkenal dalam bidang tafsir Al-Qur’an adalah[4] Kholifah Empat, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ary, Abdullah Ibn Zubair, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Umar bin al ‘Ash dan ‘Aisyah.
Tafsir dari para Sahabat ini disambut oleh segolongan tokoh-tokoh Tabi’in yang tersebar diberbagai kota dan berkembang menjadi Tobaqoh Mufassir, antara lain:[5]
1.      Thabaqat Ulama Mekkah
Di Mekkah muncul ulama-ulama yang belajar dari Ibnu ‘Abbas, seperti: Mujahid, Atha bin Abi Robah, Ikrimah Maula Ibn ‘Abbas, Sa’id Ibn Jubair, Thaus ibn Kaisan dan lain-lain.
2.      Thobaqat Ulama Madinah
Di Madinah para mufassir belajar dari Ubay bin Ka’ab. Mereka yang terpandang adalah Zaid Ibn Aslam, Abul ‘Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab al-Kurdhi
3.      Thabaqat Ulama Kufah
Di Kufah terdapat murid-murid dari Ibnu Mas’ud, mereka seperti Masruq Ibn al Ajda’, ‘Alqomah bin Qois, Aswad bin Yazid, Murroh al-Hamdaniy, ‘Amir Asy-Sya’biy, Hasan Al-Bashri, dan Qotadah bin Da’amah.[6]
Para Mufassir yang terkenal pada masa Sahabat, diantaranya adalah:
1.      Ali bin Abi Tholib
Beliau adalah putra paman dan menantu Rasulullah (suami dari putri Rasulullah, Fatimah az-Zahra), dan Kholifah ke-4. Beliau sangat terkenal dalam bidang keilmuan, kezuhudan, kewara’an, dan ketaqwaannya. Sehingga dalam berbagai ketentuan hukum, para Sahabat banyak menyerahkan masalah kepadanya.
Abu Nu’aim meriwayatkan dengan sanadnya sendiri, bahwa Ali pernah berkata: “Demi Allah, tidaklah turun suatu ayat kecuali aku benar-benar mengetahui sebab apa ia diturunkan dan di mana diturunkannya. Sungguh Tuhanku telah menganugerahkan kepadaku hati yang berakal dan lisan yang aktif bertanya”.[7]
2.      Abdullah ibn Abbas
Abdullah Ibn Abbas Ibn Abdul Mutholib adalah putra paman Rasulullah SAW. Beliau wafat di Thoif dekat Mekkah tahun 68 H/ 687 M. Beliau adalah sahabat yang banyak diterima tafsirnya.
Diriwayatkan, berdasarkan penuturan Ikrimah, Bahwa Rosul berdo’a berkenaan dengan Ibnu Abbas: “Ya Allah, berkatilah Ibnu Abbas dengan hikmah dan ajarkanlah kepadanya takwil.
Kemampuan beliau dalam tafsir diperkuat oleh pernyataan Ibnu Mas’ud, bahwa ”penafsir terbaik (tarjuman) al-Qur’an adalah adalah Ibnu Abbas. Beliau juga disebut “Al-Bahr” (samudera) karena pengetahuannya yang sangat luas.
Hadis-hadis menekankan bahwa Ibnu Abbas merupakan pemikir independen, sebagaimana digambarkan dalam kalimat ini: “jika…Ibnu Abbas ditanya dia akan menjawab dengan yang dikatakan Qur’an. Jika tidak ada jawabannya dalam Qur’an tetapi pernah dikatakan Rasul. Jika tidak ada jawabannya baik dalam al-Qur’an maupun ucapan Rasul tetapi dikatakan Abu Bakar atau Umar, Ibnu Abbas akan menjawab dengan yang mereka katakan. Jika tidak ada jawaban dari penutur itu, dia akan memberikan pendapatnya sendiri”.[8]
3.      Abdullah bin Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud bin Ghofil bin Habib al-Hadzli. Beliau wafat di Madinah pada tahun ke 32 H, ada pula yang mengatakan pada 33 H. Abdullah Ibnu Mas’ud juga dikenal Ibnu Umm ‘Abd, merupakan salah seorang sahabat Nabi yang pertama menerima Islam. Beliau berperan dalam semua pertempuran Rasul dan mempelajari langsung dari beliau 70 atau 72 surah dalam Al-Qur’an. Beliaulah diantara yang pertama mengumpulkan al-Qur’an dalam himpunan (Mushaf), walaupun kini sudah hilang.
Bacaan (Qira’ah) dari Abdullah bin Mas’ud merupakan diantara yang pertama diakui sebagai bacaan asli al-Qur’an. Ibnu Abbas mengisahkan bahwa Jibril pembacaan al-Qur’an bersama Rasulullah setahun sekali tiap bulan Ramadhan. Ibnu Mas’ud hadir dalam kesempatan itu. Sebab itu dia mengetahui “apa yang dibatalkan  al-Qur’an dan apa yang digantikannya.[9]
4.      Ubay bin Ka’ab
Ubay bin Ka’ab bin Qois al-Anshary al-Hazraji, yang juga dikenal sebagai Abul Mundzir, berasal dari suku Khazraj di Madinah. Dia dianggap sebagai orang yang berpengetahuan luas, yang mampu menulis dan membaca sebelum Islam. Dikisahkan, Allah memerintahkan Rosul untuk membacakan al-Qur’an dihadapan Ubay. Juga diriwayatkan Imam Tirmidzi dengan sanadnya sendiri yang bersambung kepada Anas bin Malik, dikatakan bahwa ketika Surah al-Alaq diturunkan, Rosul mendatangi Ubay dan bersabda, “Jibril memerintahkan aku akan mendatangi kamu agar kamu mencatat (surah itu) dan menghafalkannya”. Ubay bertanya, sambil menangis, “Ya Rasul Allah, apakah Allah menyebut namaku kepada Paduka?”. Rasul menjawab: “Ya”.[10]
5.      Zaid bin Tsabit
Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahhak bin Zaid bin Lauzan adalah seorang penulis wahyu. Berasal dari suku Khazaraj Di zaman Kholifah Abu Bakar beliau bertugas menghimpun Al-Qur’an dan ikut serta dalam tugas yang sama pada masa Kholifah Utsman bin Affan.
Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari meriwayatkan melalui sanadnya sendiri, dari Qatadah, dari Anas ra berkata: “pada masa Rosulullah SAW, al-Qur’an dihimpun oleh empat orang sahabat, semuanya dari kalangan Anshar, yaitu : Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid”.[11]

C.     Contoh Produk Tafsir sahabat
1.      Al Qosim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Juraij, ia berkata: Ibnu abbas berkata tentang Firman Allah
çnqà)ø9r&ur Îû ÏMt6»uŠxî Éb=àfø9$#  
(tetapi masukkanlah Dia ke dasar sumur). Ibnu Abbas berkata: “Al Jubb merupakan nama sumur yang terletak di negeri Syam”.[12]
2.      Al Mutsanna menceritakan kepadaku, ia berkata: Al Hajjaj bin Minhal menceritakan kepada kami, ia berkata: Hasyim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Ammar (penduduk Yaman) menceritakan kepada kami dari Abu Shulty Ats Tsaqofi, bahwa Umar bin Khoththob membaca ayat
y( `tBur ÷ŠÌãƒ br& ¼ã&©#ÅÒムö@yèøgs ¼çnuô|¹ $¸)Íh|Ê %[`tym


 
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Next Prev home
 
Support : Creating Website | Mas Imam
Copyright © 2009. GREEN GENERATION - All Rights Reserved