Berita Terbaru :
 photo Graphic1-31_zpsc1f49be2.jpg
Home » » Tafsir Fi Zhilal Alqur’an

Tafsir Fi Zhilal Alqur’an

TAFSIR FI ZHILAL AL QUR’AN[1]

I.                  PENDAHULUAN
            Penafsiran Alqur’an dalam lintas sejarahnya mengalami perkembangan yang luar biasa. Berawal dari penafsiran syawafiyah (lisan ke lisan) sampai munculnya studi kitab tafsir yang telah dibukukan. Adapun bentuk penafsiran sejak masa Rasulullah saw sampai sekarang pada dasarnya terbagi menjadi dua yakni tafsir bi al ma’tsur dan tafsir bi al ra’yi.
            Dalam perkembangannya kedua bentuk penafsiran ini, tafsir bi ra’yilah yang berkembang jauh lebih pesat dan mendominasi pada kitab-kitab tafsir. Metode ini pada akhirnya memunculkan berbagai corak penafsiran yang berbeda-beda sesuai dengan spesialisasi keilmuan dan tendensi masing-masing mufasir.[2] Pada makalah ini kita akan mengkaji sejarah perkembangan tafsir khususnya yang berada di kawasan Mesir. Pembahasan pun akan kita spesifikkan yaitu salah satu kitab tafsir yaitu Tafsir fi Zhilal Alqur’an karya Sayyid Quthub. Bagaimana metode dan corak yang diterapkan oleh Sayid Quthub dalam tafsirnya dan pengaruhnya di kawasaan Mesir itu sendiri.

II.               PEMBAHASAN
A.    Biografi Sayid Quthub  
      Sayyid Quthub dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1906 M. di kota Asyut, salah satu daerah di Mesir. Dia merupakan anak tertua dari lima bersaudara, dua laki-laki dan tiga perempuan. Ayahnya bernama al-Haj Quthub Ibrahim, ia termasuk anggota Partai Nasionalis Musthafa Kamil sekaligus pengelola majalah al-Liwa, salah satu majalah yang berkembang pada saat itu. Quthub muda adalah seorang yang sangat pandai. Konon, pada usianya yang relatif muda, dia telah berhasil menghafal Alqur`an diluar kepala pada umurnya yang ke-10 tahun.[3]
      Pada tahun 1918 M, dia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya. Pada tahun 1921 Sayyid Quthub berangkat ke Kairo untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah. Pada masa mudanya, ia pindah ke Helwan untuk tinggal bersama pamannya, Ahmad Husain Ustman yang merupakan seorang jurnalis. Pada tahun 1925 M, ia masuk ke institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian. Lalu ia melanjutkan jenjang perguruannya di Universitas Dâr al-Ulum hingga memperoleh gelar sarjana (Lc) dalam bidang sastra sekaligus diploma pendidikan.
      Berbekal persedian dan harta yang sangat terbatas, karena memang ia terlahir dalam keluarga sederhana, Quthub di kirim ke Halwan. Sebuah daerah pinggiran ibukota Mesir, Kairo. Kesempatan yang diperolehnya untuk lebih berkembang di luar kota asal tak disia-siakan oleh Quthub. Semangat dan kemampuan belajar yang tinggi ia tunjukkan pada kedua orang tuanya. Sebagai buktinya, ia berhasil masuk pada perguruan tinggi Tajhisziyah Dar al Ulum, yang sekarang Universitas Kairo. Kala itu, tak sembarang orang bisa meraih pendidikan tinggi di tanah Mesir, dan Quthub beruntung menjadi salah satunya.
      Sepanjang hayatnya, Sayyid Quthub telah menghasilkan lebih dari dua puluh buah karya dalam berbagai bidang. Pada tahun 1950-an, Sayyid Quthub mulai membicarakan soal keadilan, kemasyarakatan dan fikrah Islam yang suci menerusi ‘al-Adalah al-Ijtima’iyyah fi al-Islam dan ‘Ma’rakah al-Islam wa ar-Ra’s al-Maliyyah’. Selain itu, beliau turut menghasilkan Fî Zhilâl al-Qur`ân dan Dirâsat Islâmiyyah. Semasa dalam penjara pun (1954 hingga 1966), Sayyid Quthub masih terus menghasilkan karya-karyanya. Di antara buku-buku yang berhasil ia tulis dalam penjara adalah Hâdza al-Dîn, al-Mustaqbal li Hâdza al-Dîn, Khasha`is al-Tashawwur al-Islami wa Muqawwimâtihi’ al-Islam wa Musykilah al-Hadhârah dan Fî Zhilal al-Qur`ân.[4]
      Tidak lama setelah itu ia diterima bekerja sebagai pengawas pendidikan di Departemen Pendidikan Mesir. Selama bekerja, Quthub menunjukkan kualitas dan hasil yang luar biasa, sehingga ia dikirim ke Amerika untuk menuntut ilmu lebih tinggi dari sebelumnya. Quthub memanfaatkan betul waktunya ketika berada di Amerika, tak tanggung-tanggung ia menuntut ilmu di tiga perguruan tinggi di negeri Paman Sam itu. Wilson’s Teacher’s College, di Washington ia jelajahi, Greeley College di Colorado ia timba ilmunya, juga Stanford University di California tak ketinggalan diselami pula. Tak puas dengan ilmu yang ditemuinya ia berkelana ke berbagai negara di Eropa, Italia, Inggris dan Swiss dan berbagai negara lain dikunjunginya. Alhasil, setelah lama mengembara, Sayyid Quthub kembali lagi ke asalnya. Seperti pepatah, sejauh-jauh bangau terbang, pasti akan pulang ke kandang. Ia merasa, bahwa Alqur’an sudah sejak lama mampu menjawab semua pertanyaan yang ada. Ia kembali ke Mesir dan bergabung dengan kelompok pergerakan Ihkwanul Muslimin. Di sanalah Sayyid Quthub benar-benar mengaktualisasikan dirinya. Dengan kapasitas dan ilmunya, tak lama namanya meroket dalam pergerakan itu. Tapi pada tahun 1951 pemerintahan Mesir mengeluarkan undang-undang larangan dan pembubaran Ikhwanul Muslimin.
      Saat itu Sayyid Quthub menjabat sebagai anggota panitia pelaksana program dan ketua lembaga dakwah. Selain dikenal sebagai tokoh pergerakan , Quthub juga dikenal sebagai seorang penulis dan kritikus sastra. Banyak karyanya yang telah dibukukan. Ia menulis tentang banyak hal, mulai dari sastra, politik sampai keagamaan. Empat tahun kemudian, tepatnya Juli 1954, Quthub menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Tetapi harian tersebut tak berumur lama, hanya dua bulan karena dilarang beredar oleh pemerintah. Tidak lain dan tidak bukan sebabnya adalah sikap keras Sayyid Quthub yang mengkritik keras Presiden Mesir kala itu, Kolonel Gamal Abdel Naseer. Saat itu Sayyid Qutb mengkritik perjanjian yang disepakati antara pemerintahan Mesir dan negara Inggris, 7 Juli 1954. Sejak saat itu, kekejaman penguasa bertubi-tubi diterimanya. Setelah melalui proses yang panjang dan rekayasa, Mei 1955, Sayyid Quthub ditahan dan dipenjara dengan alasan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga bulan kemudian, hukuman yang lebih berat diterimanya, yakni harus bekerja paksa di kamp-kamp penampungan selama 15 tahun lamanya.
      Berpindah dari satu penjara ke penjara lainnya terus di alaminya sampai pertengahan 1964, saat presiden Irak kala itu melawat ke Mesir. Abdul Salam Arief, sang presiden Irak, meminta pada pemerintahan Mesir untuk membebaskan Sayyid Quthub tanpa tuntutan. Tetapi ternyata kehidupan bebas tanpa dinding pembatas tak lama dinikmatinya. Setahun kemudian, pemerintah kembali menahannya tanpa alasan yang jelas. Kali ini justru lebih pedih lagi, Sayyid Quthub tidak hanya sendiri. Tiga saudaranya dipaksa ikut serta dalam penahanan ini. Muhammad Quthub, Hamidah dan Aminah, serta 20.000 rakyat Mesir lainnya. Alasannya menuduh Ikhwanul Muslimin membuat gerakan yang berusaha menggulingkan dan membunuh Presiden Naser. Ternyata, berjuang dan menjadi orang baik butuh pengorbanan. Tidak semua niat baik dapat diterima dengan lapang dada. Hukuman yang diterima kali ini pun lebih berat dari semua hukuman yang pernah diterima Sayyid Quthub sebelumnya, yaitu ia dan dua kawannya dihukum mati.
      Meski berbagai kalangan dari dunia Internasional telah mengecam Mesir atas hukuman tersebut, Mesir tetap saja bersikukuh seperti batu. Tepat pada tanggal 29 Agustus 1969, ia syahid di depan algojo-algojo pembunuhnya. Sebelum ia menghadapi ekskusinya dengan gagah berani, Sayyid Quthub sempat menuliskan corat-coret sederhana, tentang pertanyaan dan pembelaannya. Kini corat-coret itu telah menjadi buku berjudul, “Mengapa Saya Dihukum Mati”. Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir kala itu.
B.     Kerangka Pemikiran Sayid Quthub
      M. Taufiq Barakat dalam kitabnya yang berjudul Sayyid Qutb: Khulâshatuhu wa Manhâju Harakâtihi, membagi 3 fase pemikiran Sayyid Quthub :[5]
a. Fase sebelum berorientasi Islam.
b. Fase berorintasi Islam secara umum.
c. Fase berorientasi Islam militan.
      Pada fase ketiga inilah, Sayyid Quthub sudah mulai merasakan adanya keengganan dan rasa muak terhadap westernisasi, kolonialisme dan juga terhadap penguasa Mesir. Masa-masa inilah yang kemudian menjadikan beliau aktif dalam memperjuangkan Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilingan budaya-budaya Barat. Dalam pandangannya, Islam adalah way of life yang komprehansif. Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem sosial-kemasyarakatan. Alqur`an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan jika Alqur`an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Berdasar pada asumsi itulah, Sayyid Quthub mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat Alqur`an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan. Adapun pemikiran beliau yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam Alqur'an, jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Meski tidak dipungkiri bahwa alqur`an telah diturunkan sejak berabad-abad di zaman Rasulullah dan menggambarkan tentang kejadian masa itu dan sebelumnya sebagaimana yang terkandung dalam Qashash Alqur`an, namun ajaran-ajaran yang dikandung dalam Alqur`an adalah ajaran yang relevan yang dapat diterapkan di segala tempat dan zaman. Maka, tidak salah jika kejadian-kejadian masa turunnya Alqur`an adalah dianggap sebagai cetak biru perjalanan sejarah umat manusia pada fase berikutnya. Dan tidak heran jika penafsiran-penafsiran yang dikerjakan ulama klasik perlu disesuaikan kembali dalam waktu sekarang. Berangkat dari itu, Sayyid Quthub mencoba membuat terobosan terbaru dalam menafsirkan Alqur`an yang berangkat dari realita masyarakat Mesir dan kemudian meluruskan apa yang dianggap tidak benar yang tejadi dalam realita tersebut
C.    Latar belakang Penulisan Tafsir
      Kondisi Mesir kala itu sedang porak poranda ketika Sayyid Quthub telah kembali dari perhelatannya menempuh ilmu di negeri Barat. Saat itu, Mesir sedang mengalami krisis politik yang mengakibatkan terjadinya kudeta militer pada bulan Juli 1952. Pada saat itulah, Sayyid Quthub memulai mengembangkan pemikirannya yang lebih mengedepankan terhadap kritik sosial dan politik. Oleh karenanya, tak heran memang jika kita melihat upaya-upaya yang dilakukan Sayyid Quthub dalam tafsirnya lebih cenderung mengangkat tema sosial-kemasyarakatan. Salah satu karya terbesar beliau yang sangat terkenal adalah karya tafsir Alqur`an yang diberi nama Fi Zhilal Alqur`an. Tafsir ini lebih cenderung membahas tentang logika konsep negara Islam sebagaimana yang didengungkan oleh pengikut Ikhwanul Muslimin lainnya seperti halnya Abu al-A'la al-Maududi. Secara singkat, sebenarnya Sayyid Quthub memulai menulis tafsirnya dari permintaan rekannya yang bernama Dr. Said Ramadhan yang merupakan redaktur majalah al-Muslimun yang ia terbitkan di Kairo dan Damaskus. Dia meminta Sayyid Quthb untuk mengisi rubrik khusus tentang penafsiran Alqur`an yang akan diterbitkan satu kali dalam sebulan. Sayyid Quthb menyambut baik permintaan rekannya tersebut dan mengisi rubrik itu yang kemudian diberi nama Fi Zhilal Alqur`an. Adapun mengenai tulisan yang pertama adalah penafsiran surat al-Fatihah, lantas dilanjutkan dengan surat al-Baqarah. Namun, hanya beberapa edisi saja tulisan itu bertahan yang kemudian Sayyid Quthb berinisiatif menghentikan penulisan itu dengan maksud ingin menyusun satu kitab tafsir sendiri yang diberi nama Fi Zhilal Alqur’an, sama halnya dengan rubrik yang beliau asuh. Karya beliau lantas dicetak dan didistribusikan oleh penerbit al-Bab al-Halabi. Akan tetapi penulisan tafsir tersebut tidak langsung segera dalam 30 juz. Setiap juz kitab tersebut terbit dalam dua bulan sekali, meski ada yang kurang dalam dua bulan dan sisa-sisa juz itu beliau selesaikan ketika berada dalam tahanan.[6]
D.    Contoh Penafsiran Sayyid Quthb Dalam Tafsir Fi Zhilal Alqur’an 
      QS. al Anfal {65}
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# ÇÚÌhym šúüÏZÏB÷sßJø9$# n?tã ÉA$tFÉ)ø9$# 4 bÎ) `ä3tƒ öNä3ZÏiB tbrçŽô³Ïã tbrçŽÉ9»|¹ (#qç7Î=øótƒ Èû÷ütGs($ÏB 4 bÎ)ur `ä3tƒ Nà6ZÏiB ×ps($ÏiB (#þqç7Î=øótƒ $Zÿø9r& z`ÏiB šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. óOßg¯Rr'Î/ ×Pöqs% žw šcqßgs)øÿtƒ ÇÏÎÈ
   


 
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Next Prev home
 
Support : Creating Website | Mas Imam
Copyright © 2009. GREEN GENERATION - All Rights Reserved