A. PENDAHULUAN
Di kalangan umat Islam, orientalis dikenal sebagai orang Barat yang menekuni masalah-masalah yang berhubungan dengan Islam. Keberadaan kaum orientalisme bagi dunia Islam telah menimbulkan perdebatan panjang. Sebagian umat Islam menolak mentah-mentah terhadap kajian yang dilakukan oleh kaum orientalis, karena dipandang telah melecehkan Islam. Hal ini berangkat dari sebagian kesimpulan kaum orientalis yang mengatakan bahwa Islam sebagai agama “saduran” dari agama-agama dan budaya sebelumnya.
Sebagian umat Islam yang lain mengambil jalan kompromi, yaitu konsep-konsep Barat yang positif dimanfaatkan untuk memperkuat barisan Islam. Dengan demikian, yang harus dilakukan umat Islam adalah bagaimana melakukan filterisasi terhadap pemikiran-pemikran kaum orientalis tersebut, sehingga diperoleh bahwa yang ini positif bisa kita ambil, dan yang itu negatif, harus diwaspadai dan seterusnya.
B. PEMBAHASAN
1. Ignaz Goldziher
Ignaz Goldziher (1850-1921) adalah seorang orientalis Yahudi kenamaan yang lahir di Hungaria.[1] Goldziher terlatih dalam bidang pemikiran sejak usia dini. Dalam usia 5 tahun, dia mampu membaca teks Bibel dalam bahasa Ibrani. Pendidikan S1-nya bermula pada usia 15 tahun di Universitas Budapest, Hungaria. Setelah itu ia melanjutkan studinya di Universitas Leipzig, Jerman dan memperoleh gelar doktor di Universitas tersebut di usia 19 tahun. Setelah dari Leipzig, ia melanjutkan studinya selama 1 tahun di Universitas Leiden, Belanda. Disamping itu, antara tahun 1873-1874 dia juga belajar Islam ke Timur Tengah yakni ke Syiria dan belajar pada Syaikh Thahir al-Jazairi, Palestina dan sempat belajar di Mesr (al-Azhar). Sepulang dari al-Azhar dia diangkat sebagai guru besar di Universitas Budapest.[2] Diantara karya-karyanya adalah Muhammadanisnche Studien (Studi Pengikut Muhammad, 2 jilid), Die Riechtungen der Islamichen Koranauslegung (Madzhab Tafsir, Leiden, 1920) terbit dalam bahasa Jerman dan telah dierjemahkan dalam bahasa Arab.[3]
Goldziher mempunyai pemikiran diantaranya menolak kebenaran hadis. Menurut dia, bahwa para peawi hadis meriwayatkan hadisnya dengan mengatasnamakan Muhammad, padahal Muhammad sendiri tidak mengatakan itu. Selain itu juga, Goldziher juga menegaskan bahwa hadis itu palsu karena diriwayatkan untuk kepentingan politis dan ideologis dari kaum muslimin yang sudah terpecah-pecah.
Bagi Goldziher, hadis Nabi bukanlah representasi kelahiran Islam, tetapi merupakan refleksi atas tendensi-tendensi masa awal perkembangan masyarakat. Dengan kata lain, hadis adalah tradisi masyarakat Arab. Goldziher menilai bahwa hadis bukanlah sumber terpercaya bagi masa awal-awal Islam, namun hanya menjadi sumber yang sangat bernilai bagi dogma dan konflik. Skeptisisme (keraguan) Goldziher ini kemudian diadopsi oleh Leone Caetani dan Henri Lammens dengan menyatakan bahwa hampir semua riwayat tentang kehidupan Nabi adalah meragukan.[4]
Goldziher juga mengkritik Ibnu Abbas, Informasi-informasi yang merujuk kepadanya (Ibnu Abbas) dinilai akan banyak sekali memberikan pengaruh dan pujian dalam hal uraian untuk memahami Alqur’an. Padahal usia Ibnu Abbas ketika Rasulullah wafat tidak lebih dari 10-13 tahun. Artinya, keraguan Goldziher karena Ibnu Abbas yang pada waktu itu masih kecil, mungkin saja dia termasuk anak yang tidak diperhitungkan.[5]
Goldziher juga mengakui bahwa para sahabat telah menyimpan dan merekam kata-kata dan perbuatan Nabi dalam Shahifah. Namun, Goldziher tetap berpendapat bahwa shahifa-shahifah tersebut dalah temuan yang dikarang oleh generasi belakangan, dengan tujuan untuk memberikan legitimasi bagi shahifah-shahifah yang muncul belakangan versus mereka yang menentang penulisan hadis.
2. Jacques Berque
Jacques Berque (1910-1995) lahir di Aljazair. Dia adalah seorang Katolik sampai akhir hayatnya. Diantara karya-karyanya adalah Essai Sur Methode Juridique Maghrebine (Essai Tentang Metode Hukum Maghribi), 1944. Le Coran: Essai de Traduction de I’arabe Annote et Suivi d’Une Etude Exegetique (Percobaan Penerjemahan dari Bahasa Arab dengan Catatan dan Diikuti Sebuah Kajian Tafsir), Paris, 1995. Langgages Arabes au Present (Bahasa-bahasa Arab Masa Kini). Dalam karya yang terakhir inilah, dia menyebutkan adanya dua jenis wacana yang membentuk identitas dan penggambaran Arab masa kini. Pertama, wacana puisi yang mempunyai suatu pengaruh yang menentukan terhadap kategori-kategori akal dan persepsi realitas. Kedua, wacana Alqur’an yang menggelegar terus menerus dalam kesadaran, bagaikan air terjun yang suaranya memenuhi cakrawala pendengaran dari ujung ke ujung.[6]
Dalam karya percobaan penerjemahannya dia berharap, bagi mereka yang tidak dapat membaca teks Alqur’an dalam bahasa Arab akan menemukan maksudnya didalam terjemahan karyanya.
Berque dan karyanya adalah bagian dari suatu kecenderungan mendalam dalam Islam kontemporer, yang mengumpulkan banyak pemikir yang berupaya untuk betul-betul memperbarui Alqur’an, mengangkat kembali ruhnya yang sebenarnya, yang dimana semua terobosan utamanya mengarah pada gagasan ideal kemanusiaan.
C. PENUTUP
Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan, bahwasanya seorang Orientalis Barat mengadakan penelitian dan mempelajari tentang ketimuran, khususnya dalam agama Islam mempunyai tujuan yang positif dan negatif. Adapun positifnya yaitu adanya ilmu pengetahuan dari orang Barat yang disalurkan kepada negeri-negeri Islam dan negeri-negeri Timur. Tujuan negatifnya yaitu mereka mempunyai rencana jahat yang terorganisasi, sehingga terjadi perpecahan dan persengketaan antar sesama agama Islam. Hal-hal yang menjadi dorongan para orientalis yaitu antara lain keagamaan, ekonomi, penjajahan, politik dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdou Filali-Ansary. Pembaruan Islam, Dari Mana dan Hendak ke Mana?. Terj. Machasin. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009.
Ignaz Goldziher. Madzhab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern. Terj. M. Alaika Salamullah, dkk.. Cet. V. Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010.
A.Mannan Buchari. Menyingkap Tabir Orientalisme. Jakarta: Amzah, 2006.
Umi Sumbullah. Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
[5] Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah, dkk., cet. V, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), h. 89-90.
[6] Abdou Filali-Ansary, Pembaruan Islam, Dari Mana dan Hendak ke Mana?, terj. Machasin, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), h. 50.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !