I. Pendahuluan.
Studi Islam tidak hanya digeluti oleh sarjana-sarjana muslim saja, baik yang konsen terhadap kajian Islam normatif atau Islam historis sampai era saat ini para sarjana Barat juga ikut andil untuk mengkajinya. Sebagian besar fokus kajian yang mereka lakukan lebih condong pada kajian Islam historisnya. Banyak karya ilmuwan Barat yang menuliskan tentang sejarah Islam, sejarah Nabi Muhammad, juga karya yang mereka hasilkan adalah terjemah al-Quran kedalam bahasa mereka. Hasil karya mereka tidak lepas dari latar belakang, metode, dan pendekatan yang mereka gunakan, sehingga hasilnya pun berbeda-beda.
Namun tidak dapat dipungkiri sumbangsi orientalis dapat menambahkan refrensi dalam kazanah keilmuann. Karena kajianya pun sangat teliti dengan metodologi dan standar akademi yang ketat, para ahli Islam dari Barat itu menggali hal-hal yang kerap diabaikan kaum muslim.
Dalam kajian orientalis ada yang bersikap jujur dan sebaliknya menghina bahkan menjatuhkan islam dan tatanannya dengan motif yang terorganisir. Salah satunya tokoh orientalis yang membuat mayoritas ulama islam simpatik dengan kejujurannya dalam penelitianya yaitu HAR Gibb, dan tokoh yang negatif John Wansbrough. Yang akan dibahas dalam makalah ini.
II. Pembahasan
1.Hamilton Alexander Roskeen Gibb / HAR Gibb(1895-1971)
Orientalis inggris ini lahir di Iskandariah Mesir, pada 2 januari 1895, dan meninggal pada 22 oktober 1971 di Oxpford. Ayahnya adalah seorang kepala pertanian di suatu kawasan di Mesir. Gibb memulai pendidikan menengahnya di Skotlandia pada sekolah negeri Endinbrurg. Pada tahun 1812 ia meneruskan pendidikannya di Universitas Endinburg denagan menggeluti bahasa-bahasa Semit, seperti Arab Ibriah, dan Aram. Dari tahun 1921 ia memperoleh gelar master dari universitas London. Sejak tahun 1921 ia sudah dipercayai mengajar bahasa arab.
Gibb mengunjungi kawasan Timur Afrika Utara Antara tahun 1926-1927. Selama menetap di sana ia belajar sastra arab modern. Pada tahun 1929 ia ditunjuk sebagai pembaca sejarah Arab dan sastra Arab di Universitas London. Ketika Thomas Arnold meninggal dunia pada tahun 1930, Gibb menggantikan posisinya sebagai penanggung jawab pengajaran bahasa Arab di Universitas London sampai tahun 1937. Gibb kemudian menjadi guru besar bahasa Arab di Universitas Oxford. Lalu ditugasi sebagai ketua fakultas Saint Jhon di Oxford sampai tahun 1955. Pada tahun yang sama, Gibb diundang oleh Universitas Harvord, USA, untuk menempati jabatan James Richard Jewett professor of Arabic. Pada tahun 1957 ia ditugasi menjadi direktur pusat kajian timur tengah di universitas yang sama. Semasa hidupnya Gibb banyak memperoleh penghargaan dan gelar. Gibb sangat masyhur karena karya-karyanya yang bernilai tinggi. Tiga bidang yang menjadi pusat kajian Giib adalah sastra Arab, sejarah Isam, dan pemikiran politik keagamaan dalam islam.
Karya pertama Gibb adalah the conquests in central Asia,yang didalamnya menguraikan korelasi antara berbagai kelompok yang turut bekerja sama,. Pada tahun 1926 ia mengeluarkan buku sederhana berjudul Al-Adab Al-‘Arabi, sebuah karangan pendek yang ditujukan kepada pembaca berbahasa Inggris. Tahun 1928 ia menerbitkan rangkaian tulisan tentang sastra Arab pada abad X1X, dilanjutkan dengan tulisannya yang kedua tentang Al Manfaluthi dan uslub baru dan makalah tentang Para Pembaru Mesir tahun 1929, pada tahun 1933 ia menulis tentang Kisah Mesir semuanya berkaitan dalam kajian sejarah sastra Arab.
Sedangkan kajian Gibb dalam bidang sejarah Islam tampak pada karya-karya yang dihasilkannya dan mengindikasikan keseriusan Gibb pada bidang ini. Pada tahun 1932 Giib menerjemahkan sejarah Damasskus-nya ibn al-Qalansi ke dalam bahasa Inggris. Karya Ibn al-Qalansi merupakan literatur penting yang menjelaskan sejarah perang salib pertama. Pada tahun 1933 ia menerbitkan makalah tentang kekhalifahan Islam menurut pemikiran politik Ibnu khaldun. Pada tahun 1937 ia menulis karangan tentang pandangan al-Mawardi tentang khilafah di majalah Islamic culture, sedangkan karya ilmiah Gibb yang monumental pada bidang sejarah islam ialah bukunya yang ditulis bersama Harold Bowen dengan judul masyarakat islam dan barat(masyaraakat islam abad ke 18) dan lain diantarnya, tafsir sejarah Islam, Modern Trend in Islam, Mohammedanism, Islam A Historical Survey dan lain-lain.
-Metode yang digunakan Gibb
Dalam meneliti sosok nabi Muhammad adalah metode deskriptif dengan pendekatan historis, dimana metode deskrptif ini menjelaskan secara luas tentang gambaran atau sejarah nabi Muhammad dengan analisis sejarah.mempunyai metode tersendiri dalam sistem kepemerintahan, perundang-undangan dan institusi.
- Pandangan Gibb Terhadap Nabi Muhammad
Mempelajari dan menjelaskan pengaruh antara bakat atau kecerdasan dengan kondisi linkungan sekitar beliau merupakan tugas peneliti. Dengan demikian perlu membatasi pembahasan pada tugas beliau sebagai seorang nabi dan rasul, yang merupakan hal yang pokok dari sejarah hidup Muhammad s.a.w. menurut gibb bahwa muhammad berhasil dan berjaya sebab orang mekkah sendiri sehingga mengetahui permasalahan dan cara mengatasinya. Dan pandangan Gibb terhadap islam sebagaimana dalam bukunya” To study and elucidate this interply between genius and its environment is the task of historical research”( islam sesungguhnya lebih dari satu sistem teologi, ia adalah peradaban yang sempurna.) dan Gibb pernah menyatakan “Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini yang telah memainkan alat bernada nyaring yang sedemikian nyaring dan indah serta sedemikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang di baca Muhammad (al-Qur’an)”.[1] Para ulama islam sangat simpatik dengan pendapatnya yang sangay objektif dan jujur.
2. John Wansbrough
John Wansbrough adalah seorang ahli tafsir terkemuka di London. Ia memulai karir akademiknya tahun 1960. Pada saat itu, ia menjadi staf pengajar di Departemen Sejarah di School of Oriental and Africa Studies (SOAS University of London). Kemudian, ia menjadi dosen Bahasa Arab yang berada di naungan Departemen Sastra Timur Dekat. John Wansbrough sempat menjabat direktur di universitas tempat ia bekerja. Ia adalah orang produktif terbukti banyak literatur yang ditulisnya. Salah satunya adalah yang sedang dikaji dalam makalah ini yang berjudul Quranic Studies: Source and Methods of Scriptual Interpretation. Buku ini ditulis John Wansbrough dalam kurun 1968 sampai Juli 1972 dan dicetak tahun 1977 di Oxford University Press. Karya lain yang ditulis John Wansbrough adalah “A Note on Arabic Rethoric” dalam Lebende Antike: Symposium fur Rudolf Suhnel, “Arabic Rethoric and Qur’anic Exegesis”, dalam Buletin of the School of Oriental and African Studies, Majas al-Qur’an: Peripharastic Exegesis, The Sectarian Millieu: Content and Composition of Islamic Salvation History. Dari sini nampak bahwa John Wansbrough sangat intens dalam mengkaji al-Qur’an dan yang terkait di dalamnya. Sampai di sini, tidak banyak hal yang ditemukan berkenaan dengan pribadi John Wansbrough dan aktivitas keilmuannya di SOAS University of London, walaupun sudah dilakukan penelusuran lewat internet melalui search engine.
Secara umum karya John Wansbrough memberikan kritik yang tajam atas kenabian Muhammad dan al-Qur’an. Kenabiannya dianggap sebagai imitasi (tiruan) dari kenabian nabi Musa as. yang dikembangkan secara teologis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Arab. Al-Qur’an, menurut John Wansbrough bukan merupakan sumber biografis Muhammad, melainkan sebagai konsep yang disusun sebagai teologi Islam tentang kenabian. Oleh karena itu, pemikiran yang dilontarkan John Wansbrough banyak berseberangan dengan pemikir lainnya baik di kalangan orientalis Barat maupun pemikir muslim.[2]
Menurut Wansbrough al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan Tuhan kepada nabi Muhammad saw. merupakan kepanjangan dari kitab Taurat. Salah satu buktinya adalah pengambilan term setan. Akan tetapi, menurutnya isi-isi al-Qur’an kemudian dinaikkan derajatnya oleh umat Islam manjadi kitab suci yang bernilai mutlak. Dalam merujuk QS. Al-Shaffat, John Wansbrough memberi arti kata al-kitab/kitabullah yang ada dalam al-Qur’an dengan ketetapan (dorcee), otoritas (authority) bukan dengan kitab suci.
Selanjutnya, dalam menafsirkan pengimanan muslim terhadap Muhammad—yang dianggap Wansbrough dengan memunculkannya anggapan kata-kata yang disinyalir sebagai tambahan dari nabi Muhammad—Wansbrough menganggap bahwa seperti kata qul dalam QS. Al-An’am (6): 15, al-Ra’d: 36, dan al-Ankabut: 52, kata tersebut sengaja disisipkan untuk menunjukkan kebenaran wahyu Allah mengenai al-Qur’an. Kebenarannya justru menjadikan al-Qur’an tidak logis karena tidak sejalan dengan hegemonitas bahasa yang berlebihan.
Pendekatan yang dilakukan oleh Wansbrough lebih jauh ungkap Rippin adalah skeptisisme, ketika menjawab pertanyaan yang diajukan mengenai ketidakpercayaan atas sumber-sumber Islam. Pandangan ini sama dengan John Burton yang memandang bahwa ada kontradiksi dalam sumber muslim tentang pengumpulan al-Qur’an. Pendekatan histories dalam keislaman menimbulkan nilai yang berbeda tergantung bidang apa yang dikaji. Metode ini memiliki kelemahan di mana menampakkan sisi luar dari fenomena keagamaan yang dikaji dan tidak mampu mengungkapkan makna yang essensial dan substansial. Kekurangan tersebut sering juga didukung oleh ketidaktersediaannya sumber kajian yang lengkap dan sumber yang salah.
Adanya perbedaan pandangan tersebut disebabkan penggunaan biblical criticism. John Wansbrough menolak mushaf Usmani. Ia mengundurkan penulisan al-Qur’an selama tiga ratus tahun kemudian. Hal ini diidentikkan dengan kodifikasi perjanjian lama yang ditulis selama 900 tahun yang diambil dari tradisi lisan. Inilah tesis lain dari apa yang diungkapkan Wansbrough selain adanya perpaduan tradisi Yahudi dan Kristen dalam al-Qur’an.
Adapun metode literary analysis diterapkan John Wansbrough dalam menganalisis cerita-cerita yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Menurutnya, adanya perbedaan cerita dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perpaduan tradisi di dalamnya.
Dalam menganalisis ayat-ayat al-Qur’an, John Wansbrough berkesimpulan bahwa ada keterpengaruhan Yahudi-Kristen, perpaduan antara tradisi dan al-Qur’an sebagai penciptaan post-profetik. Dalam melakukan kajiannya, ia menggunakan analisis histories, sebagaimana dilakukan oleh para orientalis sebelumnya dan literary analysis.[3]
III. Kesimpulan
Kajian islam sangat diminati dibelahan dunia, mereka mengupas dengan aneka tujuan dan motif, dalam kajiannya pun kejujuran sangatlah dikit dalamobjektif sebagai peneliti, nnamun tidak menutup kemudian adanya orientalis yang objektif seperti HAR Gibb salah satunya dia banyak disegani dan simpatik dari para tokoh islam, dan sebaliknya John Wansbrough adalah salah satu orientalis yang tidak ojektif. Dalam kajiannya pun tidaklah salah jika kita mengikuti metode yang dipakai dalam pisau analisiinya yang tajam.
Namun perlunnya tinjauan ulang dalam kajiannya, yang mana kita dapat memilah yang positif dapat kita jadikan acuan pertahanan umat islam, sedangkan yang negatif dapat kita jadikan senjata kewaspadaan.
IV. Daftar Pustaka
Aplikasinhttp://ahamughny.wordpress.com/2009/12/25/orientalisme-dan-kajian-al-qur%E2%80%99an.
Muhammad al-Fatih Suryadilaga, “Pendekatan Historis John Wansbrough Dalam Studi al-Quran”, dalam Abdul mustaqim dan Sahiron Syamsuddin (ed.), Studi al-Quran Kontemporer. Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2002.
[1]. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1287:ramadhan-dan-nuzulul-quran&catid=15:pengajian&Itemid=63. Diases, tgl 13-01-2012, jm 11.30 Wib.
[2] Muhammad al-Fatih Suryadilaga, “Pendekatan Historis John Wansbrough Dalam Studi al-Quran”, dalam Abdul mustaqim dan Sahiron Syamsuddin (ed.), Studi al-Quran Kontemporer. Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2002, hal 213
[3] Aplikasinhttp://ahamughny.wordpress.com/2009/12/25/orientalisme-dan-kajian-al-qur%E2%80%99an.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !