Berita Terbaru :
 photo Graphic1-31_zpsc1f49be2.jpg
Home » » Snouck Hurgronye dan H.A.R Gibb

Snouck Hurgronye dan H.A.R Gibb


Cristian Snouck Hurgronye (1857-1936)

A.                Pendahuluan
Kalangan liberal memuji setinggi langit kaum orientalis tanpa kritik. Kaum Muslim seolah diminta untuk belajar Islam dari orang yang tak mengimani Islam. Sekitar tahun tujuh puluhan, almarhu Prof. HM Rasjidi pernah menunjukkan kuatnya pengaruh metode orientalis terhadap buku wajib  dalam studi Islam di Indonesia. Yang dimaksudkan adalah buku “islam ditinjau dari berbagai aspeknya” karya Prof. Harun Nasution. Tiga puluh tahun setelah benih orientalisme dianamkan oleh Prof. Harun Nasution, cengkraman orientalis dalam studi islam sudah semakin merambah keberbagai bidang studi-studi lain, baik dalam studi agama-agama maupun dalam studi al-Qur’an. Belum lagi dengan masuknya proyek-proyek pesanan negara-negara dan LSM Barat dalam studi dan pemikiran Islam. Pada kesempatan kali ini pemakalah akan berusaha sedikit membahas salah satu tokoh orientalis pada zaman kolonial Belanda yang sudah tidak asing lagi bagi umat Islam indonesia secara umum, dia adalah Christian Snouck Hurgronye.
Christian Snouck Hurgronye adalah Orientalis yang berasal dari Belanda. Di kalangan umat Muslim indonesia secara umum, nama Christian Snouck Hurgronye tidak asing lagi, apalagi bagi masyarakat Aceh pada khususnya. Nama Snouck sering kali disebut oleh orang Aceh dengan julukan ‘tuan’. Ketika pemerintah Belanda mengalami keulitan dalam mengakhiri perlawanan pejuang-pejuang Aceh, Christian Snouck Hurgronye muncul dengan gagasan politik Islamnya. Ternyata dengan menerapkan kebijakan politik Islam tersebut, pemerintah kolonial Belanda mampu mengakhiri perlawanan rakyat Aceh. Secara cultural keagamaan, Christian Snouck Hurgronye menganggap agama Islam sebagai alat pengikat yang kuat yang membedakan orang Muslim dengan non-Muslim, agama Islam berfungsi sebagai identitas utama yang melambangkan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda yang beragama Kristen dan orang asing yang sering disebut sebagai ‘Kapth’ (kafir).


B.                 Biografi
Christian Snouck Hurgronye lahir pada tanggal 8 Februari 1857 di Tholen, Belanda, merupakan anak ke empat dari pasangan pendeta JJ  Snouck Hurgronye dan Anna Maria. Nama depannya diambil dari nama kakeknya, pendeta D Chistian de Visser. Snouck dari kecil sudah diarahkan pada bidang teologi. Tamat sekolah menengah, dia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab, 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan predikat cum loude dengan disertasi Het Mekansche Feest (Perayaan di Mekkah).  Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arabnya, Snouck kemudian melanjutkan pendidikan ke Mekkah, 1884. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan kian untuk merebut hati ulama Mekkah, Snouck memeluk Islam dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar.[1]
Christian Snouck Hurgronye menikah dengan wanita Indonesia yaitu dengan putri seorang kepala daerah Ciamis Jawa Barat tahun 1890. Akhir abad 19 ia menikah lagi dengan Siti Sadijah putri Khalifah Apo, seorang ulama besar di Bandung. Namun setelah menikah, Christian Snouck Hurgronye dipanggil pulang ke Belanda. Pada tahun 1910, di Belanda ia menikah lagi dengan Ida Maria, putri seorang pensiunan pendeta di Zutphan, Dr. AJ Gort. Setelah dikukuhkan sebagai guru besar di Universitas Leiden pada tahun 1907 (tiga tahun setelah menikah), ia menekuni profesi sebagai penasehat Mentri urusan Koloni. Pekerjaan ini diemban sampai akhir hayatnya, 16 Juli 1936 di usianya yang ke 81 tahun.[2]
C.                Pemikiran Politik Islam Snouck Hurgronye
Penelitian yang dilakukan di Mekkah dan Aceh memberi kemungkinan bagi Snouck Hurgronye untuk membuat kategorisasi pola perbuatan keagamaan umat Islam Nusantara dalam rangka menggariskan politik Islam pemerintah kolonial. Ia membagi persoalan Islam kepada tiga kategori, yaitu bidang agama murni, bidang sosial kemasyarakatan (muamalah), dan bidang poitik. Ketiga bidang ini memiiliki alternatif pemecahan yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

1.      Terhadap yang pertama, pemerintah harus memberikan kebebasan penuh kepada penganutnya, bahkan jika perlu harus dibantu.
2.      Terhadap yang kedua, pemerintah harus  menghormati instusi-instusi yang sudah ada, dan tidak boleh dihalangi kelangsungannya.
3.      Namun terhadap yang ketiga, pemerintah harus menghalanginya dan kalau perlu harus disikat habis.
Kebijakan politik Islam Snouck Hurgronye tampaknya didasarkan pada asumsinya tentang kondisi umat Islam di Hindia Belanda waktu itu. Ia melihat umat Islam lebih memperhatikan persoalan Islam sebagai agama dalam bentuknya yang sempit, (seperti perkawinan, hubungan keluarga,  dan peraturan yang berhubungan dengan waris), sednagkan aspek politik dan sosial kurana mendapat perhatian.
Snouck Hurgronye yakin umat Islam akan berbahaya bagi pemerintah kolonial jika kebebasan dan kemerdekaan mereka beragama diganggu. Semakin dilarang untuk mengerjakan hal-hal yang berhubungan denagan ubudiyah, mereka semakin fanatik untuk mengerjakannya. Bahaya lebih besar akan menganca pemerintah bila terganggu kemerdekaan mengerjakan agma umat Islam terus mengasingkan diri dari masyarakat biasa, lalu mendirikan perkumpulan-perkumpulan tarekat yang mengajarkan perang sabil yang mungkin tidak dapat diketahui secara cepat.
Semangat keislaman juga bisa bangkit, jika uamat Islam merasa terganggu dalam urusan muamalat, sepertii perkawinan, warisan, dan lain-lain yang berhubungan dengan itu. Oleh karenaya, pemerintah harus memanfaatkan adat kebisaaan yang berlaku, dengan cara mengalakkan rakyat agar mendekati Belanda. Jika urusan ubudiyah dan muamalat sudah diatur, maka yang perlu diawasi adalah hubungan umat Islam dengan dunia luar.
Paparan diatas menggambarkan bahwa Snouck Hurgronye membuta kategorisasi yang tajam terhadap pola perbuatan keagamaan uamat Islam di Hindia Belanda. Ia mengangap ketiga aspek tersebut terpisah antara yan satu dengan yanglainnya, bukan sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
D.                Tugas Snouck Hurgronye di Aceh
Pengamatan Snouck terhadap Aceh sebanarnya sudah dimulai saat ia berada di Mekkah. Dia tertarik melihat orang Arab sering membincangkan Perang Aceh. Orang Aceh cukup banyak dan begitu fanatik dalam melawan Belanda. Ia ingin sekali menyambungkan usulan ilmiah kepada pemerintah guna menundukkan Aceh. Hal yang segera disampaikan pemerintah Belanda adalah mengusahakan pemisahan Islam dan politik di negri jajahan. Para jamaah haji diawasi, karena berpotensi membawa ide pan-Islamisme ke Aceh. Ini bertentangan dengan kepentigan Belanda.
Setelah kembali ke Leiden selama dua tahun, Snouck menawarkan diri untuk ditugaskan ke Aceh. Dia pun masih berkorespondensi dengan ulama-ulama serambi Mekkah. Jabata lektornya dilepas pada pertengahan Oktober 1887. Proposal penelitian kepada gubernur jendral segera diajukan pada 19 februari 1888. Niatnya didukung ppenuh oleh Direktur Pendidikan Agama dan Perindustrian (            PAP), juga Mentri Urusan Penjajahan. Proposalpun berjalan tanpa penghalang.
Snouck segera berangkat. Tempat yang dituju adalah Aceh. Sayang, begitu sampai di Pelabuhan Penang (Malaya), Gubernur Van Teijin melarangnya masuk Aceh, pada 1 April 1889. Alasannya, Snouck bergaul dengan pelarian dan berusaha masuk Aceh dengan cara gelap. Akhirnya Snouck meluncur ke Batavia (Jakarta) dan tiba pada 11 Mei 1889.
Sebenarnya,  Snouck mau melakukan tugas penting ke Aceh (1889) atas perintah Belanda. Ini sangat rahasia, ia naik kapal pos Inggris sampai ke Pentai Sumatra. Melalui Pelabuahan Penang ia masuk pedalaman Aceh sampai ke Istana Sultan dengan cara memanfaatkan tradisi menghormat kepada sesama Musilim yang dikenalnya di Mekkah. Tapi dipihak lain, perjalanan itu dianggap mata-mata oleh militer Belanda di Aceh. Mereka keberatan, maka ia harus dipulangkan.
Di Batavia, Snouck bekerja sebagai pegawai pemerintah. Snouck langsung akbrab dengan penduduk pribumi Batavia, termasuk ulama. Ini membuat direktur PAP terkesan dan mendesak Gubjen C. Pijnacker Hordik agar mengabulkan proposal penelitian itu. Keluarlah beslit yang mengizinkan Snouck melakukan penelitian selama dua tahun, mulai 16 Mei 1889. Disusul beslit Raja Belanda pada 22 Juli 1889. Bahkan ia diangkat menjadi penasehat urusan-urusan Bahasa Timur dan Hukum Islam sejak 15 Maret 1891.
Sejak menjadi penasehat itu, naluri politk Snouck sudah mempengaruhi posisinya sebagai ilmuwan. Meja kerja ppenasehat terus menggiring pemikirannya untuk selalu meletakkan tendensi politis disetiap analisisnya. Sifat seorang ilmuwan yang mengadepankan objektivitas dalam diri Snouck mulai luntur. Menurut Schroder, ilmuwan Belanda, tangan kotor Snouck telah jatuh terlibat dalam fungsi politik kolonial.
Pada tanggal 9 Juli 1891, Snouck ke Aceh, bahkan menetap di Kuta Raja Aceh. Ia menjadi orang kepercayaan Van Heutz, jendral Aceh yang kemudian menjabat Gubernur Hindia Belanda (1904-1909). Pengamatannya menghasilkan tulisan Atjeh Verslag, berisi laporan kepada Belanda tentang alasan mengapa Aceh harus diperangi. Setelah tujuh bulan kemudian kembali ke Batavia. Pekerjaaanya bertambah menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab. Lembaga yang didrikan 1899 ini bisa dipandang sebagai cikal bakal Departemen Agama.
E.                 Hasil Penelitian Snouck Hurgronye di Aceh
Misi utama Snouck adalah membershkan Aceh. Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat ini, Snouck menulis laporan panjang yang berjudul kejahatan-kejahatan Aceh. Laporan ini kemudian menjadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapi masalah Aceh. Laporannya terbagi atas dua bagian yaitu:
1.      Pada bagian pertama, Snouck menjelaskan tentang kultur masyarakat Aceh, peran Islam, ulama, dan peran tokoh pimpinannya. Ia menegaskan pada bagian ini, bahwa yang berada dibelakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para ulama. Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu, karena mereka hanya memikirkan bisnisnya.
2.      Bagian kedua laporan ini adalah usulan strategis soal militer. Snouck mengusulkan dilakukannya operasi militer di Desa-Desa di Aceh untuk melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan para ulama. Bila ini berhasil, terbuka peluang untuk kerja sama dengan pemimpin lokal. Perlu disebut disini, Snouck didukung oleh jaringan intlejen mata-mata dari kalangan pribumi.
Cara yang ditempuh sama dengan yang dilaakukannya di Saudi dulu, yaiutu membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga ssetempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Orang-orang yang membantunya berasumsi bahwa Snouck adalah seorang saudar semuslim. Dalam suatu kerespondensinya dengan ulama jawa, Snouck menerima surat yang bertuliskan “Wahai Fadhilah Ailamah Maulana Abdul Ghaffar, sang mufti negri jawa”.
Snouck juga melakukan surat menyurat dengan gurunya Theodor Noldekhe, seorang orientalis Jerman terkenal. Dalam suratnya, Snouck menegaskan bahwa keislaman dan semua tindakannya adalah permainan untuk menipu orang Indonesia untuk mendapatkan informasi.
Ia menulis “saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satunya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik”. Temuan lain Koningsveld dalam surat Snouck mengungkap bahwa ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari surat yang ia tulis pada pendeta protestan terkenal Herman Parfink yang berisi “Anda termasuk orang yang percaya pada Tuhan”.
F.                 Karya Ilmiah Snouck
Karya ilmiah Snouck terbagi dalam dua jenis, yaitu karya dalam bentuk buku dan dalam bentuk makalah-makalah kecil. Diantara hasil karyanya adalah:
1.      Tulisannya tentang kota Makkah, terdiri atas dua bagian, yaitu diantaranya: bagian pertama terbit di kota Den Hag pada tahun 1888. Bagian kedua terbit di kota yang sama pada tahun 1889.
2.      Kemudian karyanya yang berjudul De Atjehers, dalam dua bagian, terbit di Batavia (Jakarta) dan Leiden.
Karya-karyanya dalam bentuk makalah adalah :”Munculnya Islam”, “Perkembangan Agama Islam”, “Perkembangan Politik Islam”, dan “Pemikiran Modern Islam”. Semua makalah itu telah dikumpulkan oleh muridnya, A.J. Wensink, dengan judul “Bunga Rampai dari Tulisan Christian Snouck Hurgronye” dalam enam jilid.[3]
G.                Kesimpulan
Dalam penelitiannya tersebut, Snouck memusatka perhatiannya pada tiga hal, yaitu sebagai berikut:
1.      Pertama, dengan cara bagaimana sistem Islam didirikan.
2.      Kedua, apa arti Islam dalam kehidupan sehari-hari dari pengikut-pengikutnya yang beriman.
3.      Ketiga, bagaimana cara memerintah orang Islam sehingga melapangkan jalan untuk bekerja sama guna membangun suatu perdaban yang universal.
Snouck pernah menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor negatif, karena dialah yang menimbulkan semangat fantisme agama dikalangan Muslimin.

H.                Biografi[4]
Dari sekian banyak tokoh orientalis tentunya tidak selalu memakai kaca mata buram terhadap Islam, walaupun kebanyakan dari mereka bertujuan untuk menjatuhkan Islam, tetapi jangan melupakan tokoh-tokoh orientalis yang apresiatif –simpatik terhadap Islam khusususnya tentang historisitas Muhammad. Contoh: Thomas Cariyle (1795-1881) yang menulis buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ali Adham dengan judul al-Abthal dimana orientalis asal Inggris itu menulis satu bab tentang Nabi Muhammad, yang isinya cukup simpatik. Ada juga orientalis Inggris Hamilton Gibb (1895-1971) orientalis ini oleh banyak pakar muslim disebut sebagai orang yang sangat objektif dalam tulisannya tentang Islam dan Nabi Muhammad.
Gibb adalah orientalis Inggris lahir di Iskandariah, Mesir pada 2 Januari 1895 dan meninggal pada 22 Oktober 1971 di Oxford. Nama lengkapnya Hamilton Alexander Rosken Gibb. Perjalanan akademisnya dimulai di Sekolah Negeri Edinburg, Skotlandia. Kemudian meneruskan ke Universitas Edinburg dengan menggeluti bahasa-bahasa semit, seperti Arab, Ibriah, dan Aram. Dari tahun 1913 hingga 1918 ia menjalani wajib militer dan dikirim ke medan tempur di Perancis dan Italia. Setelah menjalani wajib militer, Gibb meneruskan studinya ke London di Sekolah Bahasa-Bahasa Timur, sehingga pada tahun 1921 ia sudah dipercayai mengajar bahasa Arab. Pada tahun 1922 ia memperoleh gelar master dari Universitas London.
Karena kemampuan dalam bidang bahasa Arab, Gibb menggantikan posisi Thomas Arnold setelah meninggal dunia sebagai penanggung jawab pengajaran bahasa Arab di Universitas London sampai tahun 1937. Gibb kemudian menjadi guru besar bahasa Arab di Universitas Oxford. Pada tahun 1957 ia ditugas menjadi direktur Pusat Kajian Timur Tengah di Universitas yang sama.

I.         Karya- Karya HAR Gibb[5]
Gibb sangat masyhur karena karya-karyanya dinilai bermutu tinggi. Tiga bidang yang menjadi pusat kajian Gibb adalah sastra Arab, sejarah Islam, dan pemikiran politik keagamaan dalam Islam. Diantara karya-karyanya ialah:
a. The Conquests in Central Asia
b. Al-Adab al-Arabi
c. al-Manfaluthi
d. Terjemah Sejarah Damaskus
e. Kekhalifaan Islam menurut pemikiran Ibn Khaldun
f. Pandangan al-Mawardi tentang Khilafah
g. Masyarakat Islam dan Barat: Masyrakat Islam Abad Kedelapan belas
h. Tafsir Sejarah Islam
i. Modern Trend in Islam
j. Mohammedanism
k. Islam A Historical Survey, dan lain sebagainya.

J.        Pandangan HAR Gibb dan Metodeloginya
 Melihat latar belakang dan karya-karya Gibb, yang menjadi titik kajian utamanya adalah dalam bidang bahasa khususnya bahasa Arab serta kajian sejarah Islam. Dalam karyanya Islam A Historical Survey pada bab 2 Gibb memaparkan tentang Nabi Muhammad, mulai dari sejarah kelahirannya, perjuangannya hingga wafatnya. Sebelum melacak lebih jauh tentang bagaimana argumentasi Gibb terhadap Nabi Muhammad, maka perlu diketahui juga metode dan pendekatan yang ia gunakan sehingga tidak semerta-merta menilai tanpa alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Metode yang digunakan Gibb dalam meneliti sosok Nabi Muhammad adalah metode deskriptif dengan pendekatan historis, dimana metode deskriptif ini menjelaskan secara luas tentang gambaran atau sejarah Nabi Muhammad dengan analisis sejarah.
Pandangan Gibb Terhadap Nabi Muhammad, Sebelum menjelaskan lebih jauh, Gibb menegaskan 

“To study and elucidate this interply between genius and its environment is the task of historical research”

Mempelajari dan menjelaskan pengaruh antara bakat atau kecerdasan dengan kondisi linkungan sekitar beliau merupakan tugas peneliti. Dengan demikian perlu membatasi pembahasan pada tugas  sebagai seorang Nabi dan Rasul, yang merupakan hal yang pokok dari sejarah hidup Nabi Muhammad s.a.w.
Mekkah sebagai tempat kelahiran Nabi Muhammad, kondisi sosio-kultural masyarakat sebelum lahirnya beliau timbul berbagai masalah, seperti ketidakadilan penguasa, perbudakan dan berbagai bentuk kekerasan yang lain, dengan usaha Nabi Muhammad melihat keadaan yang seperti itu membuat beliau sadar dan cemas, bahkan secara bahasa kemanusiaan, bisa dikatakan bahwa Muhammad telah berhasil dan jaya karena beliau adalah penduduk Mekkah. Sebagai seorang Mekkah Nabi Muhammad justru lebih mengetahui permasalahan dan cara mengatasi segala macam permasalahan pada saat itu.
H.A.R. Gibb patut disebut sebagai pelopor studi Islam dengan mengetengahkan istilah “Mohammedanism”. Buku Gibb Mohammedanism adalah sebuah pernyataan ulang (restatement) terhadap usaha terdahulu oleh D.S. Margoliouth yang menulis volume asli tentang Mohammedanism pada tahun 1911. Ia beralasan bahwa setelah 35 tahun berlalu, maka perlu diadakan “penyataan ulang” atau “penulisan ulang” dan bukan sekedar mengedit kembali edisi aslinya.
Rentang waktu yang menandai sebuah pergantian generasi memang meniscayakan adanya perubahan terhadap “dasar-dasar penilaian” (bases of judgement) akibat perubahan materi dan makna keilmuan (scientific sense) melalui temuan-temuan baru, serta dengan meningkatnya pemahaman sebagai konsekuensi bertambah luas dan dalamnya penelitian tentang Islam. Semua ini, menurut Gibb, mengharuskan adanya sedikit penambahan dalam teks. Selain itu, Gibb juga menyadari bahwa karya jenis ini merefleksikan bukan hanya fakta pengetahuan (factual knowledge) tetapi juga intelektual dan batas-batas emosi dari sebuah periode, meskipun setiap karya telah sedemikian rupa meminimalisir pre-judgment dan prejudice yang dibawanya. Pandangan pada tahun 1911 dan 1946 ketika ia berupaya untuk menuliskan kembali. Ringkasnya, menurut Gibb adalah, Muhammad bukan saja seorang rasul, satu di antara rasul-rasul lain, tetapi bahwa dalam diri Muhammad, titik kulminasi kerasulan berakhir, dan melalui al-Qur’an yang diwahyukan melalui lisannya bentuk final wahyu Tuhan terbentuk dan menasakh semua catatan wahyu yang diturunkan sebelumnya (Gibb, 1946: 11-12).[6]

K.    Pandangan Muslim Terhadap Orientalisme
Berbagai macam tanggapan kaum Muslimin terhadap orientalisme. Sebagian mereka ada yang menganggap seluruh orientalis sebagai musuh Islam. Mereka bersikap ekstrim dan menolak seluruh karya orientalis. Bahkan di antara mereka ada yang secara emosional menyatakan bahwa orang Islam yang mempelajaritulisan orientalis termasuk antek Zions.[7]
 Mereka mempunyai argumen bahwa orientalisme bersumber pada ide-ide Kristenisasi yang menurut islam sangat merusak dan bertujuan menyerang banteng pertahanan islam dari dalam. Karena pada Faktanya tidak sdikit karya-karya orientalis yang bertolak belakang dengan islam. H.A.R.Gibb, misalnya, dalam karyanya Mohammedanism berpendapat bahwa al-Quran hanyalah karangan Nabi Muhammad; juga dengan menanamkan islam sebagai Mohammedanism, Gibb mencoba menurunkan derajat kesucian agama wahyu ini, padahal ia tahu persis tak ada seorang manusia Muslim pun berpendapat bahwa Islam adalah ciptaan Muhammad SAW.[8]
L.     Kesimpulan
Gibb adalah orientalis Inggris lahir di Iskandariah, Mesir pada 2 Januari 1895 dan meninggal pada 22 Oktober 1971 di Oxford. Nama lengkapnya Hamilton Alexander Rosken Gibb. Perjalanan akademisnya dimulai di Sekolah Negeri Edinburg, Skotlandia.
H.A.R. Gibb patut disebut sebagai pelopor studi Islam dengan mengetengahkan istilah “Mohammedanism”. Buku Gibb Mohammedanism adalah sebuah pernyataan ulang (restatement) terhadap usaha terdahulu oleh D.S. Margoliouth yang menulis volume asli tentang Mohammedanism pada tahun 1911. Ia beralasan bahwa setelah 35 tahun berlalu, maka perlu diadakan “penyataan ulang” atau “penulisan ulang” dan bukan sekedar mengedit kembali edisi aslinya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, Yogyakarta: LKIS, 2004




Rais, Amien, Cakrawala Islam, Bandung: Mizan, 1986, hlm.234


H.A.R. Gibb, Islam A Historical Survey, Oxford University Press: New York, 1978
http://referensia-ku.blogspot.com/2010/07/nabi-muhammad-dalam-perspektif-gibb_09.


[1] Abdurrahman, Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, Yogyakarta: LKIS, 2004, hal.262
[2] Ibid, hal.262
[3] Ibid, hal.264
[4] http://referensia-ku.blogspot.com/2010/07/nabi-muhammad-dalam-perspektif-gibb_09.html
[5] H.A.R. Gibb, Islam A Historical Survey, (Oxford University Press: New York, 1978), hlm 17
[7] Ibid
[8] M. Amien Rais, Cakrawala Islam, Bandung: Mizan, 1986, hlm.234


Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Next Prev home
 
Support : Creating Website | Mas Imam
Copyright © 2009. GREEN GENERATION - All Rights Reserved