Berita Terbaru :
 photo Graphic1-31_zpsc1f49be2.jpg
Home » » NASHIRUDDIN AT THUSI

NASHIRUDDIN AT THUSI


NASHIRUDDIN AT THUSI
A.    Pendahuluan
Berbicara tentang filsafat, kita harus tahu terlebih dahulu apa arti filsafat itu sendiri. Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani: philoshophia yang banyak diperoleh pengertian-pengertian, baik secara harfiah atau etimologi. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, gemar, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. filsafat menurut arti katanya dapat diartikan sebagai cinta, cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah juga kebijaksanaan.
Di dalam filsafat islam klasik, akan kita jumpai nama nama para tokoh filasafat yang tentunya akan menambah wawasan keilmuan kita. Dan didalam makalah yang singkat ini akan diterangkan mengenai pengertian tokoh filsafat Nashiruddin at thusi, biografinya, karyanya, dan beberapa pandangan filsafatnya.
B.     Pembahasan
1.      Biografi Nashiruddin at thusi
Nashirudin Al-Thusi (1200-1273 M), atau yang dikenal dengan Khawajah Nashir atau Khawajah al-Thusi, adalah salah seorang ulama besar syi’ah. Ia menulis banyak buku yang tidak hanya meliputi ilmu-ilmu agama, tetapi juga filsafat, matematika, dan astronomi. Karena kepandaiannya tersebut, akhirnya ia menjadi orang kepercayaan Hulagu Khan, penguasa Mongol yang berkuasa saat itu atas wilayah Iran dan sekitarnya.
Namun di kemudian hari, setelah peristiwa penaklukan Baghdad (10 Februari 1258 M/ 656 H) yang mengakhiri 500 tahun kekuasaan rezim dinasti Abbasiyah, muncul pernyataan bahwa al-Thusi berperan dalam peristiwa tersebut. [1] Al-Thusi melihat bahaya besar bagi Islam dan kaum muslimin akibat masuknya dan berkuasanya Mongol di dunia Islam. Penguasa Mongol telah meruntuhkan kota-kota Islam di sepanjang jalan dan membasmi populasi muslimin. Semua warisan budaya, termasuk perpustakaan, dihancurkan tanpa ampun. Ia melihat tak ada yang bisa menghalangi hal ini, dan sejarah telah membuktikannya. Bila hal ini berlarut-larut, maka Mongol akan mengubah dunia Islam menjadi tak berbudaya dan tak beradab (barbar), dan kaum musliminakankembalikemasajahiliyah. Oleh karena itu, ia berpikir mumpung penguasa baru saat itu menunjukkan penghormatan kepada para ulama, maka ia bisa memanfaatkan ini untuk menyelamatkan Islam dan kaum muslimin. Selain itu, siapa tahu ada di antara mereka yang kemudian mau memeluk Islam. Al-Thusi dipercaya untuk mengurus harta pemerintah. Dan ia memanfaatkan ini untuk membagikannya secara adil kepada kaum muslimin, terutama rakyat yang tertindas. Ia juga menggunakan harta tersebut untuk membangun observatorium “Easad Khanah”, dan menggaji para ulama yang bekerja       disana.
Al-Thusi membangun perpustakaan-perpustakaan, membangkitkan kembali ilmu pengetahuan Islam, dan membina para pelajar. Ia juga mampu mengkoleksi 400.000 buku di perpustakaan yang dibangunnya tersebut.
Al-Thusi berhasil menggalang simpati Hulagu sedemikian luas, sampai-sampai Hulagu tidak akan menunggang kuda dan melakukan perjalanan tanpa persetujuan al-Thusi. Dan ia memanfaatkan ini untuk melindungi para ulama Islam, yang telah membuat gusar penguasa Mongol, tanpa melihat mazhabnya. Seperti ketika ia menyelamatkan nyawa Ibn Abil Hadid al-Mu’tazili, Muwaffaq al-Dan, serta Ala’uddin al-Juwayni. Al-Thusi juga berhasil menarik simpati Abaqan, putera Hulagu yang berkuasa sepeninggal Hulagu. Hal ini ia gunakan untuk melindungi para pelajar. Akibatnya, Abaqan memberikan hadiah kepada hampir seratus pelajar yang pernah menjadi murid al-Thusi. Dan bahkan ia pun sempat menyeru dan mengingatkan Abaqan agar ia menyenangkan Allah SWT, berbuat adil, menyelesaikan permasalahan rakyat dengan cara yang baik dan luhur, tidak berbuat tiran terutama kepada orang-orang saleh dan rakyat tak-berdosa, serta menyuburkan tanah-tanah sehingga kekayaan bisa diperoleh tanpa penindasan dan penderitaan rakyat. Setelah al-Thusi wafat, hasil dari upayanya tersebut terlihat dengan makin populernya Islam di kalangan penguasa Mongol dan warga Mongol di Iran. Karenanya, matahari Islam bersinar dan kegelapan pun sirna.[2]

2.      Karyanya
1.      Tentang logika : Asas al – iqtibas, Al – Tajrid fi ‘llm al – mantiq,
2.      Tentang metafisika : Risalah dar ithbat-i wajib, Istbat-I jauhar al- mufariq
3.      Tentang etika : Akhlaq-I Nasiri, Ausaf ul- Asyraf
4.      Tentang teologi : Tajrid al-aqa’id, Qawa’id al-‘Aqa’id
5.      Tentang Astronomi, tentang aritmatika, tentang Optik, tentang music dan tentang medical.
3.      Filsafatnya
a.       Metafisika
Metafisika terdiri atas dua bagian :
1.      Ilmu ketuhanan ( ‘ilm-i ilahi ), mencangkup persoalan tentang ketuhanan, akal, jiwa, dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti kenabian ( nubuwwat ) kepemimpinen ( imamat ) dan hari pengadilan ( qiyamat )
2.      Filsafat pertama ( falsafah-i ula ), meliputi alam semesta dah hal hal yang berhubungan dengan alam semesta. Termasuk dalam hal ini penegtahuan tentang ketunggalan dan kemajemukan, kepastian atau kemungkinan, esensi dan eksistensi, kekekalan dan tidak kekekalan. Bagi al – thusi, tuhan tidak perlu di buktikan secara logis. Eksistensi tuhan harus di terima dan di anggap sebagai postulat, bukanya di buktikan. Mustahil bagi manusia yang terbatas untuk memahami tuhan di dalam keseluruhannya, termasuk membuktikan eksistensinya.



b.      Jiwa
Menurut at – thusi, jiwa merupakan subtansi sederhana dan immaterial yang dapat merasa sendiri. Kebebasan jiwa tidak memerlukan pembuktian. Jiwa mengontrol tubuh melalui otot otot dan alat alat perasa, tetapi ia sendiri tidak dapat di rasa oleh alat alat tubuh.berbagai ragam yang di terima oleh jiwa, seperti persoalan logika, fisia, matematika dan lain lain yang tidak terjadi campur baur, dan dapat di inggat dengan jelas. Tentu  hal ini tidak mungkin terdapat pada suatu subtansi material yang kapasitasnya terbatas. Karena itu, jiwa adalah substansi immaterial. Kalau pun jiwa memerlukan tubuh sebagai alat penyempurnaan dirinya, tetapi ia tidak begitu karena pemilikanya akan tubuh.[3]
 
c.       Moral
Menurut at thusi, bahwa kebahagiaan utama adalah tujuan moral utama, yang di tentukan oleh tempat dan kedudukan manusia dan di wujutkan lewat kesediaanya untuk berdisiplin dan patuh. At thusi mendukung pemikiran plato bahwa kebaikan kebaikan mengacu kepada kebijaksanaan, keberanian, kesderhanaan, dan keadilan yang berasal dari tiga kekuatan jiwa, yakni akal, kemarahan dan hasrat. At thusi juga menempatkan kebajikan di atas keadilan, dan cinta sebagai sumber alami kesatuan, di atas kebajikan. Bagi at thusi, masyarakat berperan menentukan kehidupan moral, sebab pada dasarnya manusia adalah makhuk sosial, bahkan kesempurnaanya terletak pada tindakan yang bersifat sosial kepada sesamanya, dengan kata lain dia mendukung konsep cinta dan persahabatan.





d.      Politik
Thusi menggunakan istilah siyasat-i mudum untuk ilmu kemasyarakatan dan ilmu pemerintahan menurut thusi, pada dasarnya manusia adalah makhuk sosial. Hal itu sesuai dengan istilah insan yang secara harfiyah berarti orang yang suka berkumpul dan berhubungan. Karena kemampuan alamiah untuk berteman itu merupakan ciri khas manusia, maka kesempurnaan manusia dapat di capai dengan menunjukan sepenuhnya watak ini terhadap sesamanya. Itulah sebabnya Islam menekankan keutamaan sholat jamaah.
Kata tamaddun berasal dari kata madinah ( kota ) yang berarti kehidupan bersama manusia yang memiliki pekerjaan yang berbedabeda dengan tujuan saling membantu dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena tidak satu manusia pun bisa memcukupi dirinya sendiri, maka setiaporang membutuhkan bantuan dan kerja sama orang lain.

e.       Kenabian
Menurut at thusi, manusia mempunyai kebebasan bertindak dan kelak akan di bangkitkan kembali tubuhnya. Pendapat ini membawa konsekwensi beragamnya minat serta kemungkinanya terjadi kekacauan dalam kehidupan sosial. Untuk itu di perlukan aturan suci dari tuhan untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena tuhan berada di luar jangkauan indra, ia mengutus para nabi untuk menuntun manusia. Jadi kehadiran nabi sangat di perlukan manusia, termasuk dalam hal ini pemimpin spiritual untuk  melanjutkan aturan suci yang di terapkan para nabi.







C.    Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
 Meski bermacam-macam pandangan dan metode dan sikap dalam gerakan eksistensialisme, para filsuf dari kelompok ini senantiasa memperhatikan kedudukan manusia. Titik sentral pembicaraan mereka adalah soal keterasingan manusia dengan dirinya dan dengan dunia.
Gerakan eksistensialisme ini muncul sebagai protes atau reaksi dari aliran filsafat terdahulu, yaitu materialisme dan idealisme serta situasi dan kondisi dunia pada umumnya yang tidak menentu. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi.
Kierkegaard dan Sartre merupakan tokoh yang mewakili aliran eksistensialime ini. Dari latar belakang yang berbeda yang satu agamawan dan lainnya atheis, mereka mengusung konsep tentang keberdaan manusia sebagai subyek di dunia ini.

DAFTAR PUSTAKA
Kh. Jamil Ahmad, 100 muslim terkemuka, terjemahan dari “ hundred great muslims” ( jakarta: pustaka firdaus, 1994 ) hlm. 166-167.
A.H. Hairi, “Nasiruddin Tusi: His Alleged Role in the Fall of Baghdad”, hal. 255-266.
Dr. Hasyimsyah Nasution , M.A. ( gaya media pratama jakarta 1999 ) hlm. 139 .
.



[1] Kh. Jamil Ahmad, 100 muslim terkemuka, terjemahan dari “ hundred great muslims” ( jakarta: pustaka firdaus, 1994 ) hlm. 166-167
[2] A.H. Hairi, “Nasiruddin Tusi: His Alleged Role in the Fall of Baghdad”, hal. 255-266
[3] Dr. Hasyimsyah Nasution , M.A. ( gaya media pratama jakarta 1999 ) hlm. 139


Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Next Prev home
 
Support : Creating Website | Mas Imam
Copyright © 2009. GREEN GENERATION - All Rights Reserved