BAB I
PENDAHULUAN
Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Sumber ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan dalam agama secara khusus, maupun masalah dunia pada umumnya. Dan sumber yang sangat otentik bagi umat islam dalam hal ini adalah al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Saw.
Para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in sangat perhatian dalam menjaga Hadis-hadis Nabi dan periwayatannya dari generasi ke generasi, karena Hadis Nabi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap agama. Para Sahabat selalu mengajak untuk mengikuti cara hidup dan perilaku Nabi Muhammad, sebagaimana Firman Allah dalam QS.al-Ahzab [33]: 21.
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Karena, apa yang disandarkan kepada Nabi, baik itu berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat atau sirah dari Nabi, baik sebelum kenabian maupun sesudahnya disebut sebagai Hadis.
Maka dari itu para Ulama membuat berbagai macam disiplin ilmu agar Hadis Nabi tetap terjaga keotentikannya dan terhindar dari pemalsuan. Salah satunya adalah menetapkan syarat-syarat bagi rawi yang dalam makalah ini akan sedikit disinggung oleh penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riwayat
Riwayat menurut lughat adalah membawa (memikul) menukil atau juga menerangkan. Sedangkan menurut pengertian istilah, riwayat adalah
خبر عام يقصد به تعرف دليل حكم شرعي
“khabar yang umum yang dimaksudkan untuk menerangkan dalil sesuatu hukum syar’i”.
B. Syarat-syarat Perawi
Jumhur Ulama Hadis, Ushul dan Fiqh sependapat bahwasannya syarat bagi rawi yang berhujjah dengan riwayatnya, baik dia lelaki ataupun perempuan, dengan syarat sebagai berikut:[1]
1. Beragama Islam.
Karena tidak dapat diterima riwayat dari orang kafir, walaupun dia bukan orang yang berdusta. Dikarenakan Allah menyuruh kita (orang Islam) untuk berhati-hati dalam menerima riwayat dari orang fasik, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Hujurat [49]: 6.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
2. Sudah Sampai Umur (Baligh)
Karena tidak dapat diterima riwayat dari anak-anak yang belum sampai umur, hal ini didasarkan pada Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim dari Umar dan Ali, yaitu:
رفع القلم عن ثلاثة عن المجنون المغلوب علي عقله حتّي يبرأ وعن الناءم حتّي يستيقظ وعن الصّبيّ حتّي يحتلم
Diangkat kalam dari 3 orang: dari orang gila, yang digagahi akalnya sehingga ia sembuh, dari orang tidur sehingga ia bangun, dari anak kecil sehingga ia dewasa.
3. Adil
Yaitu sifat yang ada pada seseorang sehingga mendorongnya untuk berlaku takwa dan menjaga muru’ah (wibawa, harga diri) hingga akhirnya timbul kepercayaan dari masyarakat kepadanya. Dan menjaga diri dari perbuatan-perbuatan mubah yang dapat merusak muru’ah seperti makan dan minum sambil berjalan.
4. Dlabith
Yaitu rawi sadar benar apa yang didengarnya dan dipahaminya dengan baik, serta dihafalnya sejak menerima sampai ia menceritakan kepada orang lain. Cara mengetahui ke-dlabith-an rawi adalah dengan cara membandingkan atau juga mengecek riwayatnya dengan riwayat rawi lain. Jika sesuai dengan riwayat rawi lain, walaupun hanya sebatas pada maknanya, maka dapatlah diterima riwayatnya.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !