Lelaki
adalah pemimpin wanita. Ia juga manjadi bapak, teman hidup. Sebaliknya wanita
bukanlah sebagai lawan dan musuh. Ini adalah ketetuan yang mutlak. Dengan
demikian lelaki tidaklah sama dengan wanita, sebaliknya wanita tidak mungkin
dapat mengubah dirinya menjadi laki-laki, meskipun hal itu sangat ia inginkan.
Persamaan
dalam beberapa persoalan yang telah ditetapkan Allah pada kedua insan tersebut,
jelas tidak dapat dijadikan dasar dan alasan untuk menyamakan duanya. Demikian
pula perbedaan yang telah ada bagi keduanya, tidak boleh dijadikan sebagai
alasan dan dalil untuk menuduh Allah tidak adil. Lalu menuntut agar perbadaan
itu dihilangkan dan persamaan wajib ditegakkan. Sikap seperti ini adalah suatu
kezaliman dan kekufuran yang besar terhadap yang Maha Dasyat. Untuk itu,
persoalan ini harus jelas dan harus difahami betul oleh kaum muslimin, agar
mereka tidak tergolong dalam kelompok orang-orang yang bingung dan
terombang-ambing dalam menuntut kebebasan dan persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan.
Menampilkan suatu figur atau sosok lelaki sholeh, yang disebutkan dalam Al Quran sebagai : mereka mencintai Allah dan Allah mencintai mereka, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang beriman, yang bersikap tegas terhadap orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. (QS, Al-Maidah 5 : 54), sebagai figur ahlul jannah, dalam suatu bentuk tulasan atau karangan bagaikan melukis di atas air, sangat sulit dan sangat luas.
Siapapun boleh mengungkapkan dengan
bermacam-macam teori dan pendapat serta analisa dalam berbagai dimensi
kehidupan. Namun dengan teuri semata jauh daripada cukup. Sungguh ia tidak
dapat difahami dengan benar dan sempurna melainkan orang yang hidup bersama
kesholehan itu. Sebagaimana halnya masalah jihad! Seorang penulis yang bijak,
kerjanya di dalam bilik saja, meskipun ia mampu menyusun suatu perpustakaan
tafsir yang berhubungan dengan masalah jihad, namun ia tidak akan dapat
memahami dan merasakan keadaan jihad yang sebenarnya. Lain halnya dengan
seorang mujahid (orang yang berjihad). Meskipun ilmunya tidak begitu tinggi,
namun karena jihad merupakan pekerjaan hariannya, maka pemahaman dan
pengetahuaannya tentang jihad tentu lebih afdhol (utama) daripada ulama yang
hanya pandai berbicara dan menulis.
MAKNA LELAKI SHOLEH
Adapun gambaran orang yang sholeh
sebagai orang yang berjenggot tebal, bersurban panjang, bergamis putih, juga
sebagai orang yang selalu membawa tasbih, bersiwak, berwangi-wangi, memakai
celak mata, bila berdoa dengan doa yang panjang, tidak meninggalkan sholat
malam, bukanlah satu-satunya gambaran dan makna yang dimaksud. Sesungguhnya
kesholehan itu tidak dapat diukur dengan bekas dan ciri-ciri lahiriyah semata,
tetapi ia berkaitan erat dengan masalah aqidah dan keyakinan masalah Al Wala’
dan Al Baro’ yakni kepada siapa ia memberikan dan menyerahkan loyalitas dan
terhadap pihak mana ia menolah, melawan dan berlepas diri. Perkara yang palig
besar dalam kehidupan ini adalah Tauhid. Apabila Tauhid tidak betul, maka
seluruh amala yang bertopang di atasnya tidak bernilai dan sia-sia. Dan tauhid
itu tidak akan tegak dan tidak akan menjadi kenyataan di muka bumi kecuali
setelah jelas kepada siapa kita memberikan loyalitas dan terhadap pihak mana
kita berlepas diri.
Suatu hari Khalifah Umar
Radhiyallahu ‘Anhu diberitahu tentang seseorang yang amalan lahiriyahnya sangat
mengagumkan. Ia berkata : Alangkah sholeh orang itu, wudhu’nya sempurna dan
sholatnya sedemikian khusuk. Mendengar itu Umar bertanya : Apakah engkau
tinggal /hidup bersama dengan dia? Orang itu menjawab : Tidak! Umar bertanya
lagi: apakah engkau pernah menguji dengan harta? Orang itu berkata: Tidak
pernah? Lalu berkata: betapakah engkau mengatakan sesuatu bahwa dia orang
sholeh padahal engkau tidak hidup bersamanya dan bermu’amalah dengannya?
Kalaulah amalan itu diukur dengan
lahiriyahnya maka sungguh amat banyak orang yang dapat disebut sholeh. Tetapi
Umar Radhiyallahu ‘Anhu tidak menerima berita yang hanya diketahui dari
gambaran lahiriyahnya semata, karena terlalu banyak perkara lahiriyahnya tampak
baik akan tetapi tampak palsu da sesat. Contoh diatas barangkali cukup untuk
memberikan definisi sholeh. Karena kita meyakini khalifah Umar Radhiyallahu
‘Anhu adalah orang yang sholeh, pelopor kesholehan, dan selalu hudup bersama
kesholehan. Sehingga manakala ia menolak kesaksian seseorang yang sifatnya
lahiriyah belaka, berarti di sana tersembunyi suatu pengertian hakiki dan
menyeluruh.
Oleh karena itu memahami makna
lelaki sholeh, tidak cukup dengan hanya mengetahui tanda-tanda dan ciri lahir
semata. Namun ia lebih jauh dan lebihmendalam daripada itu.perkara-perkara yang
bersangkutan dengan keyakinan, tujuan dan pandangan hidup, merupakan salah satu
yang patut dipertimbangkan untuk memastikan atau menunjukkan apakah seorang itu
tergolong di dalam kelompok orang figur ahli syurga. Adapun mengenai lelaki
sholeh di dalam Al-Quran dan hadits sepanjang yang dapat difahami digambarkan
sebagai orang yang :
1.
Senantiasa taat kepada Allah swt dan Rasullulah saw.
2.
Jihad Fisabilillah adalah tujuan hidupnya.
3.
Mati syahid adalah cita cita hidup yang tertinggi.
4.
Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah swt.
5.
Ikhlas dalam beramal.
6.
Kampung akhirat maejadi tujuan utama hidupnya.
7.
Sangat takut kepada ujian Allah swt. dan ancamannya.
8.
Selalu memohon ampun atas segala dosa-dosanya.
9.
Zuhud dengan dunia tetapi tidak meninggalkannya.
10.
Sholat malam menjadi kebiasaannya.
11.
Tawakal penuh kepada Allah taala dan tidak mengeluh kecuali
kepada Allah swt
12.
Selalu berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit.
13.
Menerapkan nilai kasih sayang sesama mukmin dan ukhwah
diantara mereka.
14.
Sangat kuat amar maaruf dan nahi munkarnya.
15.
Sangat kuat memegang amanah, janji dan kerahasiaan.
16.
Pemaaf dan lapang dada dalam menghadapi kebodohan manusia, senantiasa
saling koreksi sesama ikhwan dan tawadhu penuh kepada Allah swt.
17.
kasih sayang dan penuh pengertian kepada keluarga.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !